INDEF: Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek Berpotensi Gerus Pendapatan Pajak
aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek berdampak pada sisi penerimaan negara hingga ratusan miliar
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024 berdampak buruk bagi industri hasil tembakau (IHT) mulai dari hulu hingga ke hilir.
Bahkan, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan, aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek berdampak pada sisi penerimaan negara hingga ratusan miliar, baik dari berkurangnya pajak serta berdampak pada tenaga kerja.
Head of Center of Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho menghitung jika rancangan Permenkes ini dilakukan maka dampak ekonomi mencapai Rp 308 triliun.
Baca juga: Kemasan Polos Ancam Industri Rokok Elektronik, Kadin Jakarta: Kemenkes Perlu Kaji Ulang
"Sisi penerimaan, negara bisa kehilangan Rp 160,6 triliun atau setara 7 persen dari penerimaan perpajakan," katanya dalam diskusi Mengejar Pertumbuhan Ekonomi 8 persen: Tantangan Industri Tembakau di Bawah Kebijakan Baru di Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Seperti diketahui, Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan (PP Kesehatan) telah ditetapkan pada 26 Juli 2024 lalu. Yang diundangkan dan berlaku juga pada tanggal 26 Juli 2024.
PP tersebut memuat 13 bab dan 1171 pasal, memuat pengaturan hal-hal terkait kesehatan termasuk, pengamanan zat adiktif yang diatur dalam bagian ke 21 dan terkait pengamanan zat adiktif yang diatur dalam bagian ke 21, pasal 429 sampai 463. Termasuk, mengenai kemasan produk tembakau dan rokok elektronik.
Baca juga: Aturan Kemasan Polos Dinilai Bakal Berpengaruh ke Pemerintahan Baru, Ini Alasannya
Dikatakannya, penerimaan negara semakin juga turun setiap tahun dari industri tembakau padahal penerimaan cukai dari sektor tersebut pada 2023 belum melampaui target, yakni Rp 213 triliun dari target sebesar Rp 218,7 triliun.
"Jadi ada ketidaktercapaian di Rp 5 triliun untuk tahun 2023. Nah bayangkan kalau kita langsung ya pada hari ini diterapkan itu kurang lebih Rp 160,6 triliun itu akan hilang begitu saja," katanya.
Terkait dampak tenaga kerja, Andry menerangkan sebanyak 2,29 juta tenaga kerja yang mungkin akan terdampak.
"BIla merujuk pada data tenaga kerja industri hasil tembakau 2019 lalu, angka itu setara 32 persen yang terdampak," katanya.
Baca juga: Peredaran Rokok Ilegal Bisa Lebih Marak Jika Aturan Kemasan Polos Tanpa Merek Diterapkan
Sebelumnya, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) telah meminta pemerintah umembatalkan rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
Aturan tersebut tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) yang merupakan aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024).
Sekretaris Jenderal APTI Kusnasi Mudi menilai penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek justru akan mendorong peredaran rokok ilegal di tengah masyarakat.
"Aturan ini menjadi sorotan di kalangan petani karena dampak jangka panjangnya akan menyuburkan yang ilegal," ujarnya di Jakarta.
Mudi menjelaskan aturan ini akan menyamakan semua kemasan rokok di pasar. Akibatnya, akan tidak bisa dibedakan antara rokok legal yang membayar cukai dengan rokok ilegal yang tidak bayar cukai karena tampilannya sama.