Mardani Kesal ODP Kabur: Di Singapura Kena Pasal Percobaan Pembunuhan, Sehat tapi Bisa Menularkan!
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera kesal banyak ODP virus corona malah kabur, singgung di Singapura bisa dipenjara 3-4 tahun. Tampak sehat tapi menularkan
Penulis: Ifa Nabila
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengaku kesal pada orang Indonesia yang berstatus orang dalam pengawasan (ODP) virus corona namun malah kabur atau keluar rumah seenaknya.
Mardani menyebut di Singapura ada hukuman tegas untuk ODP yang kabur dari tempat karantina, yakni Pasal Percobaan Pembunuhan.
Kekesalan Mardani lantaran ODP yang tampak sehat berpotensi menjadi carrier atau penular virus corona kepada orang dengan kondisi kesehatan yang kurang bagus.
Dilansir Tribunnews.com, hal ini diungkapkan Mardani dalam tayangan DUA SISI unggahan YouTube Talk Show tvOne, Kamis (19/3/2020).
Mardani awalnya mendorong pemerintah dan pihak medis untuk memaksimalkan kinerja mereka demi pencegahan virus corona.
Ia juga mendorong adanya ketegasan dari pihak medis di mana setiap orang yang dinyatakan positif langsung diisolasi dan selalu bertindak cepat seperti Singapura.
"Karena kita berkejaran dengan waktu, dengan kita tahu siapa yang positif," kata Mardani.
"Yang positif langsung (diisolasi), Singapura kalau pun enggak positif, dia datang dari daerah, mereka 14 hari wajib isolasi," jelasnya.
Baca: BREAKING NEWS: Kasus Corona di Indonesia Bertambah: 369 Positif Covid-19, 17 Sembuh, 32 Meninggal
Baca: Mardani Ali: Kalau Perlu Tim Gugus Tugas Penanganan Corona Kerja 26 Jam
Menurut Mardani, hingga saat ini belum ada protokol resmi dari pemerintah mengenai penanganan corona.
Ia menceritakan betapa ketatnya di Singapura ketika seseorang dalam pengawasan dan akan selalu dipantau.
Bahkan jika ODP di Singapura tidak patuh, bisa dikenakan denda.
"Di Singapura yang ODP, 14 hari diisolasi, yang 11 (hari) kirim foto by WA, (ditanya) 'Anda di mana?', 'Jam 3 Anda di mana?', seminggu di-random check, ketika tidak ada, ada dendanya," terangnya.
Selain itu, bagi mereka yang dalam pemantauan tapi kabur, bisa dikenai pasal percobaan pembunuhan dengan hukuman pidana.
"Bahkan beberapa dimasukkan ke dalam Pasal Percobaan Pembunuhan tingkat I, dihukum 1-3 tahun," kata Mardani.
Mardani kesal dengan para ODP yang tidak disiplin mengarantina diri lantaran mereka berpotensi menularkan kepada orang lain.
"Kenapa, Anda boleh jadi carrier, Anda boleh jadi sehat, tetapi Anda tuh (berpotensi) menyebarkan!" kata Mardani memperingatkan.
Menurutnya, jika pemerintah belum ada hukuman tegas bagi ODP yang tidak disiplin, maka akan terus terjadi.
Baca: Cegah Wabah Corona, Gunung Bromo dan 55 Kawasan Konservasi Ditutup Sementara
Baca: Mardani Ali Geram Social Distancing Tidak Ketat: Malaysia Sudah Pakai Tentara, Jangan Seperti Iran
Tiru Social Distancing di Malaysia
Dalam tayangan itu, Mardani sempat mengingatkan pemerintah untuk bisa lebih tegas lagi kepada masyarakat soal perintah social distancing.
"Pemerintah harus sadar ini bukan kasus biasa, ini extraordinary," tegas Mardani.
Selain itu, dari sisi hukum, Mardani menilai aturan pemerintah untuk mengurangi penyebaran wabah virus corona ini belum kuat.
"Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, PP-nya belum," kata Mardani.
"Nah, beberapa pakar tata hukum negara (mendorong) 'Ayo ajukan Perppu, kalau perlu omnibus law terkait ini'," paparnya.
Dengan aturan resmi dari pemerintah pusat, Mardani berharap pemerintah daerah seluruhnya bisa kompak mengacu pada satu aturan.
"Jadi kewenangan yang tadi terdistribusi ke daerah harus diambil," ujarnya.
Mardani menilai social distancing tidak akan dipatuhi dengan baik oleh masyarakat jika hanya berupa imbauan yang tidak berdasar hukum.
Ia kemudian membeberkan contoh di mana Polda Metro Jaya membagikan masker gratis yang justru menimbulkan kerumunan.
"Karena, lagi-lagi, social distancing itu enggak bisa dengan imbauan," tegas Mardani.
"Contoh, hari ini Polda Metro Jaya bagi-bagi masker, saya agak sedih, harusnya social distancing. Ini bagi-bagi maskernya kumpul," sambungnya.
Baca: Penuturan Pasien Virus Corona di London Terengah-engah & Peringatkan Masyarakat: Jangan Ambil Risiko
Baca: Disebut-sebut Bisa Jadi Obat Untuk Covid-19, Pohon Kina Kini Langka di Bandung
Selain itu, beberapa acara keagamaan di daerah yang dihadiri ribuan pengikutnya juga sempat akan diadakan lantaran minimnya pemahaman social distancing.
"Ini Dandim di Gowa minta agar pertemuan teman-teman jemaah tabligh yang 8000 orang kumpul, itu sudah kumpul, minta ditunda," kata Mardani.
"Ini karena pemerintah tidak firm, tidak segera mengambil keputusan tentang social distancing," ungkapnya geram.
Mardani kemudian menjelaskan contoh baik dan buruk seperti yang terjadi di Malaysia dan Iran.
Malaysia sudah melakukan semi-lockdown sejak Rabu (18/3/2020), sedangkan penanganan virus corona di Iran dinilai masih buruk.
Dikutip dari Kompas.com, kontributor Wall Street Journal untuk Timur Tengah, Sune Engel Rasmussen.
Rasmussen menyebut seberapa besar dampak jika warga Iran tidak mematuhi imbauan pemerintah, di antaranya pasien meninggal dunia bisa mencapai 3,5 juta orang.
"Malaysia sekarang sudah menggunakan tentara untuk memastikan social distancing-nya jalan," kata Mardani.
"Kalau enggak, kita akan kayak Iran, bisa 3,5 juta, naudzubillah," sambungnya.
Selain social distancing, Mardani juga mendorong pemerintah untuk bergerak cepat dalam pemeriksaan swab test seperti Korea Selatan.
"Korea Selatan tidak melakukan lockdown, tapi Korea punya layanan drive thru, 15.000 (kasus) setiap hari dites. Enggak sampai seminggu 200.000 (orang dites)," kata Mardani.
Meski pemerintah Indonesia kabarnya juga memesan alat tes tersebut, namun Mardani mempertanyakan langkah-langkah sebelum tes itu diberlakukan di Indonesia.
"Kapan tibanya, bagaimana distribusinya, SOP-nya bagaimana, siapa dahulu, itu tidak mudah dengan negara (berpenduduk) 70 juta," ujar Mardani.
Ia juga menyarankan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk selalu buka selama 24 jam.
Berikut video lengkapnya:
(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)