Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Warga Nekat Gelar Pesta dan Sengaja Langgar Social Distancing, Berakhir 1 Orang Positif Corona

Sekelompok orang dewasa muda nekat menggelar pesta dan sengaja tidak mematuhi social distancing. Alhasil, setidaknya satu orang positif Corona.

Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Ifa Nabila
zoom-in Warga Nekat Gelar Pesta dan Sengaja Langgar Social Distancing, Berakhir 1 Orang Positif Corona
Pexels.com
Ilustrasi pesta - Sekelompok warga nekat menggelar pesta dan sengaja tidak mematuhi social distancing. Alhasil, setidaknya satu orang positif Corona. 

TRIBUNNEWS.COM - Sekelompok warga di Kentucky melakukan hal nekat di tengah wabah Corona yang menyerang Amerika Serikat.

Kumpulan orang dewasa tersebut mengadakan pesta ketika wabah semakin merebak.

Mereka sengaja menentang perintah pemerintah untuk melakukan social distancing.

Alhasil, seorang tamu pesta positif terinfeksi Corona.

Baca: Amerika Serikat Klaim Temukan Vaksin Virus Corona, Uji Coba Akan Dimulai Senin 16 Maret

Baca: Pemimpin Tertinggi Iran Skeptis Amerika Serikat Tawarkan Bantuan Lawan Corona

Hal itu disampaikan oleh Gubernur Kentucky, Andy Beshear, Selasa (24/3/2020), dilansir CNN.

Bashear mengungkapkan, para pengunjung pesta memang sengaja berkumpul.

"Mereka berpikir bahwa mereka tidak terkalahkan, dan sengaja menentang pedoman negara untuk mempraktikkan social distancing," kata Bashear.

Berita Rekomendasi

"Ini yang membuat saya marah. Kita harus jauh lebih baik dari itu," ungkapnya.

ILUSTRASI - Foto Angkatan Darat AS pada 8 Maret 2020 menunjukkan seorang karyawan USAMRIID (Institut Penelitian Medis Angkatan Darat Amerika Serikat) sedang melakukan penelitian terhadap virus coronavirus baru, COVID-19.
ILUSTRASI - Foto Angkatan Darat AS pada 8 Maret 2020 menunjukkan seorang karyawan USAMRIID (Institut Penelitian Medis Angkatan Darat Amerika Serikat) sedang melakukan penelitian terhadap virus coronavirus baru, COVID-19. (ERIN BOLLING / US ARMY / AFP)

Meskipun Covid-19 lebih mematikan dan berdampak parah bagi lansia, para pejabat kesehatan dan pemimpin di seluruh dunia telah meminta para pemuda maupun orang dewasa untuk mempraktikkan social distancing.

Sebab, orang yang terinfeksi tanpa gejala dapat menularkannya ke orang lain.

Bahkan, berdasarkan data terbaru China, pembawa virus tanpa gejala memiliki potensi besar atas penyebaran awal yang cepat di negara Tirai Bambu tersebut.

Di Amerika Serikat sendiri, menurut laporan Centers for Disease Control (CDC) minggu lalu, 20 persen orang yang dirawat di rumah sakit AS karena Covid-19 berusia 20-44 tahun.

"Sejauh ini demografinya di Amerika Serikat tampak sangat berbeda dibandingkan di negara-negara lain yang telah dahulu terdampak," kata Jenderal Ahli Bedah AS, Dr. Jerome Adams kepada NBC, Senin (23/3/2020) silam.

Kolase TribunNewsmaker - Xinhua via SCMP dan Shutterstock
Kolase TribunNewsmaker - Xinhua via SCMP dan Shutterstock (Tenaga medis dan ilustrasi corona virus.)

Di negara bagian New York, sang Gubernur Andrewa Cuomo, mengatakan lebih dari setengah kasus Corona, yakni 53 persen, terjadi pada kaum muda berusia 18-49 tahun.

Sementara itu, Selasa (24/3/2020) lalu, California melaporkan kematian pasien termuda di Amerika Serikat karena Covid-19, yang berusia 17 tahun.

Di Georgia, seorang anak berusia 12 tahun berjuang mempertahankan hidupnya di rumah sakit Atlanta dengan menggunakan ventilator.

Berdasarkan coronavirus.thebaselab.com, Amerika Serikat menjadi negara kasus Corona tertinggi ketiga di dunia.

Tercatat 66.048 orang telah terinfeksi Corona, per Kamis (26/3/2020).

944 jiwa melayang akibat virus tersebut.

394 orang berhasil sembuh.

China masih menjadi negara dengan kasus Corona tertinggi di dunia.

Sebanyak 81.285 orang telah terinfeksi.

3.287 orang meninggal dan 74.051 orang sembuh.

Dokumentasi dari rumah sakit di Italia.
Dokumentasi dari rumah sakit di Italia. (SKY NEWS)

Sementara itu, posisi kedua diduduki oleh Italia.

74.386 kasus ditemukan.

Jumlah kematiannya telah melebihi China yakni sebanyak 7.503 orang.

9.362 orang dinyatakan sembuh.

Pejabat Italia sempat cuek soal corona

Biasanya nongkrong dan minum-minum (aperitivo) di Venesia St Mark Square menjadi pengalaman yang menarik untuk dijajal di Italia.

Tapi tidak menarik lagi saat para pemilik bar berlomba-lomba menawarkan minuman gratis pada 3 Maret 2020 lalu.

Saat itu jalanan Italia sudah mulai sepi karena imbauan untuk sosial distancing dari pemerintah.

Dilansir Guardian, sementara itu di Roma sejumlah restoran bercanda dan mengundang orang-orang untuk mencoba 'carbonaravirus'.

Baca: Belajar dari Italia: Remehkan Bahaya Corona, Kini Jadi Negara Kedua Kematian dan Infeksi Terbanyak

Baca: Tak Persiapkan Keamanan Paramedis dari Awal, 3.300 Staf Medis Italia Terjangkit Covid-19

Mendapati isu Covid-19 yang sudah masuk di Italia pun tidak membuat para turis bergeming.

Ini terjadi selama minggu pertama Maret 2020 lalu.

Kendati demikian para pemilik bisnis juga tidak bisa disalahkan, sebab mereka khawatir Covid-19 akan mempengaruhi pemasukannya.

Ditambah saat itu pemerintah memberikan pesan yang membingungkan kepada masyarakat.

Pada 27 Februari 2020 lalu, empat hari pasca-11 kota di Italia Utara dikunci, seorang pejabat Demokrat, Nicola Zingaretti, bepergian ke Milan.

Padahal saat itu setidaknya ada 17 orang yang meninggal dan 650 orang terinfeksi Covid-19.

Milan merupakan ibukota wilayah Lombardy, yang merupakan pusat penyebaran corona pertama dan terbesar di Italia.

Di sana Zingaretti justru minum-minum dengan sejumlah orang dan mengunggahnya di media sosial.

"Kita tidak boleh mengubah kebiasaan kita," tulisnya pada postingan tersebut.

"Ekonomi kita lebih kuat daripada ketakutan: mari kita pergi keluar untuk membeli aperitivo, kopi, atau makan pizza," ujarnya.

Pada hari yang sama, Wali Kota Milan, Beppe Sala, berbagi video dengan slogan "Milan tidak berhenti."

Klip itu berisi gambar orang yang saling berpelukan, makan di restoran, berjalan di taman, dan menunggu di stasiun kereta.

Sembilan hari setelah perjalanannya ke ibukota, Zingaretti mengumumkan dia terjangkit corona.

Saat itu jumlah kematian di Italia meningkat menjadi 233 dan mengonfirmasi 5.883 kasus positif corona.

Psikolog sosial Universitas Vita-Salute San Raffaele di Milan, Giuseppe Pantaleo, menyayangkan aksi para pejabat Italia ini.

"Pada awalnya orang tidak benar-benar percaya apa yang terjadi, sehingga para politisi seperti Zingaretti dan yang lainnya hanya ingin meyakinkan mereka."

"Dia pergi ke Milan untuk mencontohkan beberapa bentuk aktivitas sosial yang masih aman dan meyakinkan bahwa pemerintah berupaya mencari solusi dan sebagainya."

"Tetapi tentu saja dia meremehkan risikonya," jelas Pantaleo.

Sementara itu perbedaan persepsi sempat terjadi antar pakar kesehatan.

Beberapa menganggap virus corona ini serius sementara yang lainnya hanya menilainya sedikit lebih serius daripada flu.

Ketika virus menyebar, masyarakat justru membuatnya lelucon dengan membuat meme seorang nenek Italia yang memberikan saran tentang mencuci tangan.

"Baik dalam kelompok sosial mereka atau di media sosial, orang bereaksi dengan lelucon dan ironi," kata Pantaleo.

"Tertawa adalah reaksi yang sangat umum terjadi ketika orang dihadapkan dengan anggapan kematian.

"Tapi tentu saja, di masa-masa awal tidak ada yang melihatnya (Covid-19) sebagai kemungkinan serius," nilai Pantaleo.

Sampai pada 8 Maret 2020, kehidupan masyarakat di Italia masih berjalan normal.

Namun kematian yang tiba-tiba melonjak sebesar 50 persen membuat Perdana Menteri, Giuseppe Conte, mengunci Lombardy dan 14 provinsi lain di seluruh wilayah utara yang memiliki dampak Covid-19 terparah.

PM Giuseppe Conte
PM Giuseppe Conte (CNN)

Berita karantina ini bocor ke pers Italia beberapa jam sebelum pengumuman resmi.

Lantas membuat kepanikan sehingga ribuan orang asal selatan Italia berbondong-bondong melarikan diri dari utara.

Penguncian nasional dilakukan pada 10 Maret 2020, tetapi langkah-langkah nyata baru mulai beberapa hari kemudian yakni penutupan bar, restoran, dan toko-toko non-esensial lainnya seluruh negeri.

Masih dilansir Guardian, saat itu nada bicara Conte mulai tegas dan jelas.

Dia berkali-kali berterimakasih kepada warga Italia karena mau berkorban untuk mengendalikan pandemi ini.

Psikolog di Ancona, wilayah Marche Sara Raginelli mengatakan sejak perubahan sikap Conte, masyarakat Italia mulai mau mematuhi aturan.

“Saat politik berubah dan mulai berbicara dengan cara yang lebih jelas dan langsung, perilaku masyarakat juga berubah dan orang lebih mengembangkan sikap kesadaran."

"Saat orang Italia disuruh tinggal di rumah dan tindakan pengendalian yang ketat diberlakukan, mayoritas penduduk patuh."

(Tribunnews/Citra Agusta Putri Anastasia/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas