Koalisi Masyarakat Sipil Minta Jokowi Berhati-hati Terapkan Darurat Sipil di Tengah Pandemi Corona
Peneliti Imparsial, Anton Aliabas, menilai kebijakan penetapan keadaan darurat sipil atau darurat militer selama pandemi Covid-19 tidak tepat.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Doni Monardo mengatakan bahwa pemerintah sangat hati-hati dan mempertimbangkan sejumlah aspek dalam memutuskan kebijakan apa yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari Pandemi Corona.
Baca: UPDATE Kasus Corona DIY 30 Maret 2020: 18 Positif, 1 Sembuh, 2 Meninggal Dunia
"Sekali lagi bagaimana pemerintah pusat dalam hal ini betul betul hati hati, diperhitungkan segala aspek. Tidak hanya menyangkut masalah kesehatan tapi banyak faktor," kata Doni.
Berkaca pada kebijakan karantina wilayah yang dilakukan sejumlah negara, ternyata menurut Doni malah menimbulkan masalah baru. Diantaranya yakni terjadi penumpukan orang yang mengakibatkan cepatnya penularan virus Covid-19 itu.
"Terus berkaca pada sejumlah negara yang telah memutuskan lockdown atau karantina wilayah ternyata juga gagal, justru menimbulkan masalah baru. Terjadi penumpukan masyarakat dengan jumlah yang sangat besar sangat banyak. Apabila salah satu dari mereka ada yang terpapar, bisa dibayangkan betapa banyaknya warga yang tadinya negatif menjadi positif," katanya.
Doni menegaskan bahwa Karantina Wilayah menjadi kewenangan pemerintah pusat. Berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun 2018, pasal 55 disebutkan bahwa pemerintah memiliki kewajiban apabila karantina tersebut nantinya diberlakukan. Diantaranya yakni memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
"Ditambah lagi dengan kewajiban pemerintah untuk menanggung biaya ternak, jadi dua faktor itu," katanya.