Kurangi Jumlah Warga Binaan, Jokowi Disarankan Beri Amnesti dan Grasi
upaya itu dapat mengurangi jumlah WBP di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) selama pandemi coronavirus disease (COVID)-19.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Esekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus A. T. Napitupulu, menyarankan Presiden Joko Widodo memberikan grasi dan amnesti kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
Menurut dia, upaya itu dapat mengurangi jumlah WBP di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) selama pandemi coronavirus disease (COVID)-19.
Dia menilai upaya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mendorong program asimilasi dan integrasi sebagai upaya mengeluarkan narapidana dan anak dari rutan dan lapas belum dapat secara siginifikan mengurangi jumlah WBP karena mengurangi jumlah penghuni 30.000 atau mengurangi sekitar 11% dari total WBP.
Baca: Idham Azis Ungkap Menu Sehat Ala Anggota Polri Hadapi Corona
"(Pemberian grasi dan amnesti,-red) diprioritaskan bagi kelompok-kelompok tertentu, paling tidak: (a) napi lansia yang berusia 65 tahun ke atas, (b) napi yang menderita penyakit komplikasi bawaan, (c) napi perempuan yang hamil atau membawa bayi/anak, (d) pelaku tindak pidana ringan yang dihukum penjara di bawah 2 tahun, (e) pelaku tindak pidana tanpa korban, (f) pelaku tindak pidana tanpa kekerasan, dan (g) napi pengguna narkotika," kata Erasmus, saat dihubungi, Selasa (31/3/2020).
Dia menjelaskan upaya pelepasan pada kelompok tersebut bergantung pada risk assessment yang telah dilakukan oleh Kemenkumham.
Baca: Kemendagri Keluarkan Pedoman Umum Menghadapi Pandemi Corona untuk Pemerintah Daerah
Dengan adanya aturan tentang Revitalisasi Pemasyarakatan, maka Kumham sebenarnya telah memiliki daftar narapidana dalam resiko rendah dan sedang.
"Maka, narapidana yang masuk kategori narapidana resiko rendah dan sedang tersebut harus dipertimbangkan untuk pemberian grasi atau amnesti," ujarnya.
Untuk kasus narkotika, ICJR mengungkapkan komposisi napi kasus narkotika dalam Rutan/Lapas merupakan setengah dari penghuni total keseluruhan Rutan/Lapas yakni sebanyak 132.452 orang per Februari 2020.
Dari jumlah itu, kata dia, paling tidak sebanyak 45.674 orang merupakan pengguna/pecandu narkotika yang perlu diprioritaskan untuk segera dikeluarkan, yang bisa dikeluarkan dari napi narkotika juga yang diputus dengan pasal penguasaan dan kepemilikan narkotika dalam jumlah kecil, dan bukan berasal dari sindikat besar narkotika.
"Hal ini pun sudah diwacanakan oleh Pemerintahan presiden Joko Widodo. Momentum yang tepat untuk mempercepat langkah ini," kata dia.
Kemudian, untuk tahanan yang jumlahnya mencapai 65.000 orang, ICJR meminta Presiden menyerukan jajaran penyidik dan penuntut umum mengalihkan penahanan dengan mekanisme penahanan selain di Rutan, misalnya tahanan rumah dan kota.
Baca: Kapolri Sebut Tiga Provinsi Belum Terkena Corona: Gorontalo, Bengkulu dan NTT
Selain itu, dia menambahkan, untuk tahanan yang membutuhkan bantuan medis dilakukan dengan mekanisme pembantaran.
"Pada kondisi ini, peran Presiden Joko Widodo diperlukan menangani masalah ini, tidak hanya dari Kementerian Hukum dan HAM. Jumlah orang dalam Rutan dan Lapas harus segera dikurangi," tambahnya.