Cara Unik Jalani Isolasi Mandiri di Kampung Halaman: Buat Gubuk di Hutan Hingga Kemah di Tepi Sungai
Sejumlah masyarakat di beberapa daerah di Indonesia menjalani isolasi mandiri dengan cara yang unik untuk menghidari penyebaran virus corona
Penulis: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah masyarakat di beberapa daerah di Indonesia menjalani isolasi mandiri dengan cara yang unik untuk menghidari penyebaran virus corona atau Covid-19 kepada orang-orang terdekat.
Banyak orang yang sengaja mengasingkan diri dari keramaian guna melakukan isolasi mandiri.
Ada yang pergi ke hutan, tengah sawah, hingga mendirikan tenda di tepi sungai.
Tribunnews.com merangkum berbagai cara unik masyarakat melakukan isolasi mandiri sebagai berikut;
Minta dibuatkan gubuk di kebun untuk isolasi
Gubuk bambu beratap terpal didirikan di kebun kelapa belakang rumah seorang warga di Kulon Progo, Yogyakarta.
Gubuk tersebut sengaja disediakan untuk anggota keluarga jalani isolasi mandiri usai pulang dari wilayah epicenter corona atau Covid-19.
Poniran menjadi penghuni gubuk tersebut guna melakukan isolasi mandiri setelah pulang dari wilayah Tangerang, Banten.
Dilansir dari TribunJogja.com, sebelum pulang, Poniran sempat mengalami dilema.
Dia merasa takut jika membawa pulang virus corona dalam perjalanannya menuju kampung halaman.
Dia lalu meminta keluarganya untuk membangun sebuah gubuk untuk isolasi mandiri.
"Daripada keluarga kenapa-kenapa, lebih baik melakukan hal ini. Kan interaksinya lebih sedikit," ujar Poniran.
Baca: Nekat Mudik, Suami Istri Sembunyikan Mobil di Bak Truk Untuk Menyeberang Dari Merak ke Lampung
Menurutnya, dinginnya malam sangat terasa dalam gubuk berukuran 2 x 3 meter tersebut.
Belum lagi juga ada gangguan serangga dan nyamuk pada malam hari.
Poniran merasa tidak keberatan harus tinggal di gubuk tersebut, karena memang tujuannya untuk menjaga kesehatan keluarga dan warga sekitar.
"Yang penting kan semua sehat," ungkap Poniran.
Sementara itu, Kepala Dukuh Menguri, Suparno menyebut, Poniran mulai tinggal di gubuk tersebut pada Minggu (19/4/2020).
Baca: Mobil Supercar McLaren Ringsek Setelah Tergelincir dan Hatam Pohon Palem di Tol Jagorawi Bogor
“Setelah sampai, tidak masuk rumah. Dia langsung masuk gubuk isolasinya sendiri,” kata Suparno, saat dihubungi, Selasa (21/4/2020) dilansir dari Kompas.com.
Menurutnya, sebelum tiba di Kulon Progo, Poniran sudah meminta dibuatkan gubuk untuk jadi tempat mengisolasi diri.
Padahal, Poniran sudah mengantongi surat sehat dari dokter di Tangerang.
“Rencana ini sekitar 10 hari sebelum dia datang. Keluarganya juga menyampaikannya ke kami,” jelas Suparno.
Jalani isolasi di tengah hutan
Satu keluarga mengisolasi diri dalam hutan di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Keputusan mereka mengarantina diri secara mandiri di hutan lantaran penolakan warga sekitar rumah, sepulang dari Kotabaru, Kalimantan Selatan, sejak 23 April 2020.
Di dalam hutan, mereka hidup apa adanya dalam gubuk yang jauh dari kata layak.
Lokasi hutan tempat satu keluarga ini mengisolasi diri berada jauh dari permukiman warga di Desa Pao-pao, Kecamatan Alu, Polewali Mandar (Polman).
Lokasi karantina satu keluarga ini sekitar 2 km dari kampung mereka, yakni di Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Seorang penyuluh agama sekaligus relawan di Kecamatan Wonomulyo, Polewali Mandar, Abdul Razak bercerita bagaimana untuk mencapai lokasi isolasi mandiri satu keluarga tersebut .
Untuk sampai ke tempat tersebut harus menempuh jalur yang sangat ekstrem.
Motor relawan berkali-kali jatuh karena jalan setapak menuju hutan tidak layak dilalui motor dan menanjak.
Bahkan terkadang Abdul Razak harus mendorong motor agar bisa naik.
Butuh waktu sekitar satu jam dari ujung kampung ke jalan menanjak itu.
Baca: Pola Makan yang Lebih Teratur Saat Berpuasa Bermanfaat Bagi Kesehatan Jiwa
Bahkan harus melintasi sungai.
Lalu setibanya di hutan, tim relawan masih harus berjalan kaki sejauh 500 meter menuju rumah gubuk yang berada di bawah bibir lembah gunung.
“Kondisinya memperihatinkan, tempat karantinanya sangat tidak layak. Lokasinya terletak di hutan,” kata Abdul Razak melalui telepon, dilansir Kompas.com, Jumat (1/5/2020).
Sesampainya di lokasi, relawan menyerahkan bantuan sembako berupa beras, mie instan, air mineral, Alquran, masker serta beberapa
bahan pokok lainnya.
Menurut Abdul Razak, gubuk yang dihuni satu keluarga tersebut berukuran 2 x 3 meter.
Gubuk hanya berlantai papan dan berdinding kain serta kayu.
Baca: Mayat Pria Bertubuh Gempal Ditemukan di Lembang Bandung, Tubuhnya Sudah Membusuk di Dalam Parit
Tiangnya ditopang kayu dan batu agar tidak roboh.
Keluarga ini sudah mengisolasi diri sejak 23 April, yakni Hasmiati, adiknya Wandi, dan keponakannya Basri.
Mereka mengaku pulang dari Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Meski mendapat penolakan warga namun Hasmiati mengaku bersabar dan paham kehawatiran para tetangganya terkait Covid-19.
Karenanya ia berharap bisa menjalani masa karantina di dalam hutan dengan baik selama 14 hari.
Jalani Isolasi di tengah sawah
Hampir mirip dengan nasib satu keluarga Polewali Mandar, satu keluarga di Mamasa, Sulawesi Barat, menjalani isolasi mandiri di tengah sawah karena ada penolakan dari warga lingkungan rumahnya.
Sebelumnya keluarga ini tinggal di Kota Makassar, dan memilih untuk pulang ke kampung halamannya, karena sudah tidak memiliki tempat tinggal dan penghasilan.
Paulus Genggong, beserta istri dan dua buah hatinya, harus rela tinggal di sebuah gubuk kecil di tengah area persawahan, Desa Satanetean, Mamasa, Sulawesi Barat.
Paulus dan keluarga kecilnya terpaksa menjalani karantina mandiri di gubuk karena mendapatkan penolakan warga.
Sebelumnya Paulus bekerja sebagai pedagang keliling di Makassar, dan istrinya bekerja di salah satu rumah makan.
Namun, karena pandemi Covid-19, mereka tak lagi memilik penghasilan.
Ia dan keluarga pun memutuskan untuk pulang ke rumah kerabat istrinya di Desa Osango dan berencana melakukan karantian mandiri.
Namun, mereka mendapatkan penolakan dari warga.
Baca: Airlangga: PSBB Cara Tepat Memutus Mata Rantai Penularan Virus Corona
Paulus pun menghubungi keluarganya di Desa Satanetean, namun keberadaan mereka lagi-lagi ditolak warga.
Warga khawatir keluarga ini telah terpapar virus Corona, mengingat mereka datang dari zona merah Covid-19.
Kepala Desa Satanetean sempat mengarahkan keluarga ini mengisolasi diri di bangunan kosong di tengah desa, namun warga keberatan.
Tidak ada pilihan lain, Paulus sekeluarga pun menyetujui opsi untuk tinggal di gubuk kecil.
Kini Paulus dan keluarga harus bersabar menjalani karantina di gubuk selama 14 hari, sejak menjalani karantina mandiri di tempat ini, keluarga Paulus Genggong kerap mendapat bantuan bahan makanan dari keluarga dekat maupun sejumlah donatur.
Termasuk bantuan paket bahan pokok dari jajaran Mapolsek Mamasa.
Isolasi diri di hutan bakau
Muhammad Lala, warga Kelurahan Salekoe, Kecamatan Wara Timur, Kota Palopo, Sulawesi Selatan melakukan isolasi mandiri di pinggir pantai kawasan hutan bakau.
Isolasi mandiri dilakukan Lala, karena dirinya baru saja kembali dari Kota Makassar, yang merupakan zona merah Covid-19 di Sulawesi Selatan.
Lala menghindari bersentuhan dengan keluarga, untuk memutus rantai penyebaran virus Corona, meski dirinya belum dinyatakan positif Covid-19 oleh tim medis.
Keluarga dan pemerintah setepat mengapresiasi niat Muhammad Lala.
Situasi lala dipantau oleh Bhabinkamtimas dan Babinsa.
Lala juga secara rutin dibawakan bahan makanan, mengingat lokasi isolasi cukup jauh dari permukiman warga.
Saat awal mendirikan tenda di kawasaan hutan bakau, lala sempat mengundang kecurigaan warga.
Mengetahui niat Lala, warga akhirnya memaklumi.
Agar terhindar dari gigitan serangga, Muhammad Lala mendirikan tenda.
Ia juga menyalakan api untuk masak, dan juga menghangatkan diri.
Dirikan tenda di tepi sungai
Seorang pemudik asal Klaten bernama Abdullah Almabrur Al Ridwan melakukan isolasi mandiri dengan mendirikan tenda di tepi sungai jauh dari permukiman warga untuk isolasi mandiri Covid-19.
Abdullah Almabrur Al Ridwan (42) yang merantau di Kepulauan Riau sengaja memilih melakukan isolasi mandiri dengan mendirikan tenda di pinggir Sungai Kecu agar tidak membawa penyakit ke keluarganya.
Abdullah melakukan isolasi mandiri mirip dengan berkemah di pegunungan selama 2 minggu.
"Saya tidak ingin keluarga saya sakit karena kedatangan saya, maka dari itu saya putuskan untuk mengisolasi diri disini," ungkap Abdullah, kepada TribunSolo.com, Senin (20/4/2020).
Abdullah mengatakan dirinya tiba di tempat tinggal mertuanya itu pada Rabu (15/4/2020) lalu
"Pukul 11.00 WIB saya tiba di bandara, pukul 18.00 WIB saya baru tiba di sini," ujar Abdullah.
Sebelum sampai di kampung mertuannya, Abdullah dengan kesadaran sendiri tanpa ada perintah langsung memeriksakan diri ke pukesmas untuk mengecek kondisi saat itu.
"Sebelum saya ke sini, pukul 07.30 saya cek kesehatan dulu ke Pukesmas di Penggung," tutur Abdullah.
Setelah dia dapatkan surat keterangan sehat, surat tersebut langsung diberikan ke ketua RT.
"Setelah dapat surat itu, saya langsung ke kemah isolasi, di bantaran Sungai Kecu yang dibuatkan adik," kata dia.
Baca: Sempat Menyapu Halaman Indekos Jelang Sahur, Pria Asal Lamongan Ditemukan Tewas di Tempat Tidur
Selama beberapa hari ini Abdullah mengaku sangat menikmati dengan isolasi yang dia lakukan sampai saat ini.
"Di sini saya bisa melakukan kegiatan seperti membersihkan bantaran sungai, sampai membuat tangga menuju ke Sungai Kecu," kata dia.
Abdullah sempat menceritakan saat dirinya dijenguk istri dan anaknnya di kemah tersebut.
Termasuk saat diantarkan makan dan minum setiap harinya.
"Sempat istri dan anak saya kesini, saya berusaha jaga jarak agar istri dan anak saya tidak kenapa-napa, tapi anak saya selalu mendekat ingin memeluk saya," kata Abdullah.
Abdullah mulai melakukan isolasi mandiri dengan berkemah terhitung mulai Kamis (16/4/2020) lalu. (tribunnews.com/ tribunsolo.com/ kompas.com/ tribunjogja)