Inilah Pertimbangan Pemerintah Kembali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan
Perpres Nomor 64 tahun 2020 menjelaskan ketentuan besaran iuran di atas mulai berlaku pada 1 Juli 2020.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Plt Deputi II Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan mengatakan bahwa terdapat sejumlah pertimbangan diterbitkannya Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang isinya menaikan tarif iuran BPJS untuk kelas I dan II.
Pertama yakni agar tidak terjadi kekosongan hukum setelah dibatalkannya Perpres Nomor 75/2019 oleh Mahkamah Agung.
Baca: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Saat Pandemi Corona Kian Sengsarakan Rakyat
"Pertama itu kan karena sudah dicabut pasal itu dibatalkan oleh MA ya. Kan nggak mungkin ada kekosongan hukum ya itu," katanya kepada wartawan Kamis, (14/5/2020).
Menurut Abetnego, MA tidak memutuskan bahwa iuaran BPJS dikembalikan ke awal saat membatalkan Perpres 75/2019. MA bukan lembaga penentu tarif.
"Bukan pasalnya yang dibatalkan. Kan harus diingat MA bukan lembaga penuntut tarif, itu filosofis tuh, kemudian MA pasti nggak akan berupaya untuk melampaui kewenangannya dalam hal teknis jadi yang dibatalkan terkait dengan dilakukan penyesuaian," katanya.
Baca: Iuran BPJS Naik, Pakar Hukum: Seakan Menampakkan Ketidakpatuhan pada Putusan MA
Pertimbangan ke dua menurut dia, yakni menyangkut keberlanjutan BPJS itu sendiri. Selama ini BPJS selalu mengalami defisit.
"Yang Kedua pasti berkaitan dengan keberlanjutan BPJS itu sendiri. Nah, makanya di dalam konsideran itu tetap mempertimbangkan keputusan MA, kalau dibaca di Perpresnya," katanya.
Baca: Polri Sebut Narapidana Kambuhan Tidak Berpengaruh Signifikan pada Jumlah Kejahatan
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau peserta mandiri pada tahun 2021.
Keputusan itu tercantum dalam Peraturan Presuden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Baca: Kim Jong Un Hilang Lagi? Sang Pemimpin Korea Utara Tak Muncul selama 12 Hari
Pada Pasal 34 mengatur besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Bunyi pasal 34 point B menyebutkan bahwa untuk tahun 2021 dan tahun berikutnya, iuran peserta mandiri kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 150 ribu.
Lalu, peserta iuran mandiri kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 100 ribu. Sedangkan, peserta iuran peserta mandiri kelas III naik dari Rp 25.500,- menjadi Rp 35 ribu.
Perpres Nomor 64 tahun 2020 menjelaskan ketentuan besaran iuran di atas mulai berlaku pada 1 Juli 2020.
Baca: Fakta Baru Remaja SMP di Sawah Besar yang Bunuh Tetangganya: Korban Pelecehan Seksual & Tengah Hamil
Dalam Perpres tersebut, Jokowi juga resmi membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri sebesar 100 persen yang berlaku mulai April 2020 lalu.
Dengan demikian, maka iuran BPJS yang naik sejak Januari 2020 menjadi Rp42 ribu untuk kelas III kembali menjadi Rp25.500, kelas II dari Rp110 ribu menjadi Rp51 ribu, dan kelas I dari Rp160 ribu menjadi Rp80 ribu. Hal itu tertuang dalam Pasal 34 ayat 7 dan 8.
Pembatalan kenaikan iuran itu merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Agung (MA).
Putusan MA diterima pemerintah pada 31 Maret 2020 berdasarkan surat dari Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor: 24/P.PTS/III/2020/7P/HUM/2020 tanggal 31 Maret 2020 perihal Pengiriman Putusan Perkara Hak Uji Materiil Reg. No. 7P/HUM/2020.
Sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01/2011 tentang Hak Uji Materiil, Pemerintah mempunyai waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari untuk melaksanakan Putusan MA tersebut yang terhitung berakhir pada 29 Juni 2020.