Polri: Ancaman 6 Tahun Penjara untuk Pemalsuan Surat Keterangan Sehat
Dua kelompok pelaku membuat dan menjual surat keterangan palsu secara manual dan secara e-commerce atau online.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aparat Polri memproses hukum terhadap tujuh orang tersangka dari dua kelompok yang diduga sebagai pelaku jual beli surat keterangan sehat palsu terkait bebas coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Upaya proses hukum itu dilakukan berdasarkan pengungkapan Polres Jembrana, Polda Bali.
Dua kelompok pelaku membuat dan menjual surat keterangan palsu secara manual dan secara e-commerce atau online.
Baca: Suhendra Pertanyakan Urgensi MK Panggil Jokowi: Sia-sia Saja
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Ahmad Ramadhan, mengatakan para pelaku dijerat Pasal 263 dan atau Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Membuat Surat Palsu atau Memalsukan Surat.
"Pelaku dipersangkakan pasal 263 atau pasal 268 KUHP. Diancam pidana enam tahun penjara," kata Ahmad, saat dihubungi, Sabtu (16/5/2020).
Pasal 263 ayat 1 KUHP menyebutkan; Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Baca: Muhammadiyah Rilis Tuntunan Sholat Ied di Rumah, Ini Penjelasan Hukumnya, Bukan Ibadah Baru
Sedangkan, di Pasal 263 ayat 2 KUHP, disebutkan; Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang di palsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
Artinya, melihat aturan Pasal 263 ayat 2 KUHP tidak hanya pemalsu surat saja yang dapat diproses, tetapi seseorang yang menggunakan surat palsu itu secara sengaja dapat diproses hukum.
Baca: Kemenag: Program KIP Kuliah Harus Menyasar Mahasiswa di Daerah Terluar
Adapun, untuk Pasal 268 KUHP menyebutkan aturan hukum apabila seseorang memalsukan surat keterangan dokter.
Pasal 268 ayat 1 KUHP; Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 268 ayat 2 KUHP; Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu.
Baca: Kalteng Dukung Intensifikasi dan Ekstensifikasi Lahan Rawa untuk Pangan Nasional
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Ahmad Ramadhan terungkap para pelaku memanfaatkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020, Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).
"Motif pelaku adalah untuk memperoleh keuntungan ekonomi, per lembar surat keterangan dijual harga Rp 100 ribu sampai Rp 300 ribu," tuturnya.
Dari kelompok pertama polisi mengamankan tiga tersangka, pada Kamis (14/5/2020).
Penangkapan ketiga tersangka ini berawal dari informasi transaksi surat keterangan bebas Covid-19 palsu di pasar Gilimanuk, Bali.
Berdasarkan informasi dari para pengemudi travel, kemudian unit Reskrim Polsek Pelabuhan Gilimanuk menindaklanjuti dan berhasil mengamankan pelaku FMN sedang bertransaksi surat tersebut.
Di kelompok pertama, polisi mengamankan barang bukti berupa 5 lembar surat keterangan dokter yang sudah diisi data lengkap beserta tanda tangan palsu, uang tunai Rp 200 ribu, 6 lembar blangko surat keterangan dokter, 1 pulpen, 2 handphone dan 1 perangkat komputer.
Sedangkan dari kelompok kedua, polisi mengamankan 4 orang tersangka di rumah masing-masing, pada Kamis (14/5/2020).
Mereka membuat surat sehat bebas Covid-19 palsu dan menjual secara online. Para tersangka, yakni WF (38), IA (35), RM (25), dan PEA (31) menawarkan secara e-commerce. Keempat tersangka diketahui berprofesi sebagai tukang ojek.