Strategi Menristek Kurangi Ketergantungan Impor Alat Kesehatan dan Obatan untuk Lawan Covid-19
Menristek dorong peneliti, perekayasa dan dosen bisa menciptakan sesuatu inovasi untuk percepatan dalam pencegahan, dan pengobatan Covid-19
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi atau Kepala Badan Riset dan Inovasi (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro ingin mengurangi ketergantungan terhadap impor alat kesehatan dan bahan baku obat untuk mengatasi virus corona (Covid-19).
Untuk itu perlu pengembangan inovasi dilakukan sejumlah lembaga riset, perguruan tinggi dan industri farmasi dan lembaga lainnya untuk mendorong keberadaan alat kesehatan, pengujian, dan obat-obatan di dalam negeri.
Hal tersebut menurut dia, bisa dilakukan oleh konsorsium riset dan inovasi Covid-19 yang telah dibentuk Kementerian Ristek sejak awal pandemi ini ada di Indonesia.
Konsorsium itu beranggotakan perguruan tinggi, lembaga penelitian, BUMN, swasta dan rumah sakit.
Baca: Bilik Isolasi Dipersiapkan Jadi Tempat Pasien ODP Corona Tunggu Hasil Tes Swab
"Tentunya harus melibatkan semua pihak yang mempunyai kemampuan dan mempunyai perhatian di bidang penelitian dan inovasi. Lembaga penelitian, perguruan tinggi, bahkan swasta sampai rumah sakit semuanya akhirnya bahu membahu untuk mengisi berbagai macam hal yang memang harus dikerjakan dalam konteks riset dan inovasi terkait Covid-19," ujar Menristek dalam Live Streaming "Dialog Menristek/Kepala BRIN Bersama Para Peneliti/Perekayasa Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19," Senin (18/5/2020).
Menristek mendorong para peneliti, perekayasa maupun dosen untuk bisa menciptakan sesuatu inovasi untuk percepatan dalam pencegahan, dan pengobatan terhadap pandemi Covid-19.
Dengan begitu mantan Menteri Keuangan itu yakin, ketergantungan terhadap impor alat kesehatan dan bahan baku obat akan bisa ditekan atau digantikan dengan inovasi di dalam negeri.
Apalagi mengingat dalam kondisi pandemi kata dia, alat kesehatan maupun obat akan menjadi sesuatu yang paling dicari oleh semua negara di dunia.
Baca: 50 WNA Pekerja Kereta Cepat Akan Tes Swab Menyusul Pemandunya yang POsitif Covid-19
"Selain kita berupaya untuk mendapatkan akses, maka cara yang terbaik, bukan hanya untuk jangka pendek, tapi menengah dan panjang, adalah kita belajar dengan inovasi kita untuk membuat barang atau membuat alat yang sejenis," jelasnya.
Itu artinya perlu pengembangan industri alat kesehatan dan bahan baku obat di dalam negeri.
Dengan begitu akan terbentuk sinergitas antara para peneliti, atau perekayasa di Universitas dan lembaga riset, dan swasta yang menjadi produsen dari inovasi penemuan para peneliti tersebut.
Baca: Tak Ingin Jadi Media Penyebaran Covid-19, Menristek Minta Robot RAISA Dibersihkan Secara Teratur
"Sebagai contohnya, ketika ada penelitian, misalnya vaksin, dilakukan atau dibikin oleh Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman sampai pada prototype, maka pengembangannya akan dilakukan PT Bio Farma," ucapnya.
"Tetapi vaksin itu tidak akan bisa efektif, jika tidak mendapatkan izin edar dari pemeritah, dalam hal ini BPOM, atau Kementerian Kesehatan. Karena itu peran pemerintah juga begitu penting sebagai pihak yang memfasilitasi dan terkadang membiayai," jelasnya.
Jadi dengan ide ini, kata dia, konsorsium akan menjadi cikal bakal kemampuan Indonesia untuk mulai mandiri dalam produksi obat itu sendiri.