Kasus Baru Covid-19 Meningkat, Praktisi Kesehatan Sarankan Ganjil Genap Tidak Diterapkan Dulu
pertambahan kasus covid-19 yang belakangan semakin melonjak bahkan mencatat rekor-rekor kenaikan yang baru.
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana diberlakukan aturan ganjil genap bagi kendaraan pribadi di DKI Jakarta ramai dibicarakan di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi ini.
Soal rencana tersebut, dari segi kesehatan, Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB menyarankan agar tidak menerapkan aturan ganjil genap terlebih dulu.
Pertimbangan pertama adalah pertambahan kasus covid-19 yang belakangan semakin melonjak bahkan mencatat rekor-rekor kenaikan yang baru.
Baca: Cetak Rekor, Kasus Positif COVID-19 Melesat Naik 1.241, Total 34.316
Baca: Pakai Cara Ini, Satu Keluarga di Kota Malang Sembuh dari Corona
Baca: Pria Ini Cabuli Adik Ipar yang Tidur di Kamar Saat Istri Pergi ke Pasar
Terlihat dari data per 10 Juni 2020 tercatat rekor kenaikan hingga 1.241 orang dan kenaikan kasus di Jakarta sebanyak 157 kasus.
"Saya sih bilang ganjil-genap jangan diterapkan dulu karena secara nasional tumbuh seribu, dan kalau di Jakarta naik ratusan," ungkap dr. Ari kepada Tribunnews.com, Rabu (10/6/2020).
Menurutnya, dengan kenaikan yang masih tinggi, jika ganjil genap diterapkan maka masyarakat yang sudah kembali beraktivitas berpotensi akan memilih kendaraan umum.
Dia khawatir, kalau warga memilih angkutan umum maka akan terjadi penumpukan masyarakat di angkutan umum sehingga pengaturan jarak akan sulit dilakukan.
Menjaga jarak saat ini sangat diperlukan untuk mengantisipasi penularan covid-19 yang menular dari droplet saat bersin, batuk, atau berbicara terlebih sekarang banyak kasus covid-19 yang tidak bergejala.
"Jadi jangan diterapkan dulu ganjil genap di kendaraan-kendaraan umum itu potensi menular, bahkan kasus pertama di beberapa negara itu tertular dari sopir ke penumpang," kata dr. Ari.
Menurut dr. Ari saat ini lebih baik bermacet-macetan karena banyak masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi daripada harus desak-desakan di kendaraan umum.
"Biarlah bermacet-macet tapi di kendaraan sendiri dibanding tidak bermacet tapi di kendaraan orang lain yang kita tidak tahu kondisinya, karena tetap bisa pegang dashboard, potensi penularan masih ada apalagi kalau pakai kendaraan umum," kata dr. Ari.