Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Epidemiolog Duga Ini Faktor Pemicu Kasus Covid-19 di Indonesia Lampaui China

Virus Corona mewabah di Indonesia. Bahkan ada urutan ke-25 jumlah kasus Covid-19 secara global.Pemerintah dinilai tak beri contoh baik.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Epidemiolog Duga Ini Faktor Pemicu Kasus Covid-19 di Indonesia Lampaui China
Tribun Palopo
ilustrasi covid-19 

TRIBUNNEWS.COM - Virus Corona mewabah di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan negeri ini berada di urutan ke-25 jumlah kasus Covid-19 secara global.

Jumlah kasus virus corona di ndonesia sebanyak 84.882 kasus, jumlah yang meninggal sebanyak 4.016, sementara yang sembuh sebanyak 43.268 orang.

Saat ini Indonesia melampaui China, di mana China memliki jumlah kasus positif covid-19 sebanyak 83.644 orang, namun untuk korban meninggal masih di atas Indonesia yakni sebanyak 4.634

Jumlah kasus positif dan jumlah korban meninggal karena corona di Indonesia saat ini tertinggi se Asia Tenggara.

Kondisi Global

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih belum mencabut status pandemi global.

Hingga saat ini secara global jumlah kasus positif virus corona 14.212.605 , kasus positif, pada Sabtu (18/7/2020) pukul 17.28 WIB.

Berita Rekomendasi

Data tersebut dilansir dari laman Worldometers.

Dari data tersebut total keseluruhan secara global jumlah kematian sebanyak 599.849, sementara jumlah pasien yang sembuh sebanyak 8.484.929.

Sementara, negara yang saat ini terdampak virus mematikan tersebut yakni sebanyak 215 negara.

Ilustrasi Covid-19
Ilustrasi Covid-19 (freepik)

Dan apabila dilihat per negara saat ini Amerikan Serikat ada di urutan pertama untuk jumlah kasus positif terbanyak, yakni 3.770.138 kasus.

Sedangkan di bawahnya ada Brazil sebanyak 2.048.697, India 1.040.948, Rusia 765.437, Peru 345.537, dan Afrika Selatan 337.594 kasus positif.

Untuk jumlah korban meninggal karena corona, negara yang dipimpin oleh Donald Trump menduduki urutan pertama, yakni sebanyak 142.065 jiwa.

Disusul Brazil 74.262 jiwa, Inggris sebanyak 77.932 jiwa, Inggris sebanyak 45.233 jiwa, Meksiko sebanyak 38.310 jiwa, Italia sebanyak 35.028 jiwa, dan Perancis sebanyak 30.152 jiwa.

Jumlah korban yang sembuh di Amerika Serikat tertinggi sebanyak 1.741.398 orang, Brazil 1.366.775 orang, India 654.193 orang, Rusia 546.863 orang, dan Chile 296.814 orang.

CUCI TANGAN DI MASJID RAYA BAITURRAHMAN - Jamaah Shalat Jumat mencuci tangan di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Jumat (17/7/2020). Jamaah yang melaksanakan shalat di Masjid Raya diwajibkan mengikuti protokol kesehatan untuk mengurangi penyebaran Covid -19. SERAMBI/M ANSHAR
CUCI TANGAN DI MASJID RAYA BAITURRAHMAN - Jamaah Shalat Jumat mencuci tangan di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Jumat (17/7/2020). Jamaah yang melaksanakan shalat di Masjid Raya diwajibkan mengikuti protokol kesehatan untuk mengurangi penyebaran Covid -19. SERAMBI/M ANSHAR (SERAMBI/M ANSHAR/)

Pakar Sudah Prediksi Lonjakan Kasus Covid-19 di Indonesia, Ini Penyebabnya
Melihat kasus infeksi indonesia yang melampaui China, pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bayu Satria Wiratama mengatakan, peningkatan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia memang sudah diprediksi sejak lama.

"Ini sudah diprediksi sejak lama. Karena penanganan Covid-19 di Indonesia masih tidak bagus, terutama dalam hal testing, tracing, isolate, dan treat," ujar Bayu seperti dikutip dari artikel di Kompas.com dengan judul "Kasus Covid-19 di Indonesia Lampaui China, Ini Penjelasan Epidemiolog", 

Menurutnya, meningginya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia juga disebabkan karena masyarakat masih banyak yang tidak mematuhi protokol kesehatan.

Selain itu, Bayu mengungkapkan bahwa pihak pemerintah juga belum memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dalam hal pemakaian masker.

"Pemerintah yang tidak mencontohkan yang benar, misalnya meminta masyarakatnya pakai masker, tapi sering ditemukan presiden, menteri, dan orang penting pemerintahan tidak menggunakan masker, bahkan saat berbicara," terang Bayu.

Masih akan meningkat
Bayu menyampaikan bahwa kasus virus corona di Indonesia masih akan mengalami peningkatan. Di samping juga karena banyaknya tes dan tracing yang menurutnya lumayan baik.

"Saat ini kasus akan semakin naik, karena Indonesia masih dalam proses masih aktif menyebar," ujar Bayu.

Namun Bayu juga mengingaktan, peningkatan kapasitas tes dan tracing juga harus disertai dengan keterbukaan data yang baik dan sinkronisasi data pusat dan daerah.

Sebab, menurut dia masih ditemukan jumlah kasus di pusat dengan daerah yang mengalami perbedaan jumlah kasus harian.

"Intinya peningkatan kasus ini sudah diprediksi dan itu ada bagusnya, karena jalan penemuan kasusnya, tapi harus diiringi beberapa hal tadi, keterbukaan data," ujar Bayu.

Ses Ditjen P2P Kemenkes Achmad Yurianto menjawab kemungkinan apakah virus corona bisa muncul setelah 14 hari, yang mana disebut sebagai masa inkubasi virus.
Ses Ditjen P2P Kemenkes Achmad Yurianto menjawab kemungkinan apakah virus corona bisa muncul setelah 14 hari, yang mana disebut sebagai masa inkubasi virus. (YouTube tvOneNews)

Masa Inkubasi Virus Corona
Lantas proses inkubasi virus corona hingga menjangkiti tubuh manusia, dilansir dari USA Today dibutuhkan sekitar lima hingga 12 hari untuk gejala muncul.

Virus yang disinyalir berasal dari Wuhan China ini dapat menyebar dari orang ke orang dalam jarak 6 kaki atau 1 meter lebih, melalui tetesan pernapasan yang dihasilkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin.

Mungkin juga virus tetap berada di permukaan atau objek, ditransfer dengan sentuhan dan masuk ke tubuh melalui mulut, hidung atau mata.

Sementara itu, dikutip dari thesun.co.uk, sebuah studi baru dari Sekolah Kesehatan Publik Johns Hopkins Bloomberg di Amerika Serikat menemukan rata-rata periode inkubasi adalah 5 hari.

Para peniliti mengatakan hampir 97,5 persen dari mereka yang terjangkit, menunjukkan gejala dalam 11-12 hari setelah terinfeksi, seperti diberitakan Tribunnews.com.

Namun, para ahli mengatakan ada sedikit bukti yang menunjukkan orang dapat menyebarkan virus tanpa menunjukkan gejala.

Martin S. Hirsch, dokter senior di Layanan Penyakit Menular di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Amerika Serikat (AS) mengatakan masih banyak yang harus dipelajari tetapi para ahli menduga virus tersebut dapat bertindak serupa dengan SARS-CoV yang eksis 13 tahun yang lalu.

"Ini adalah virus pernapasan dan dengan demikian masuk melalui saluran pernapasan, kami berpikir terutama melalui hidung," katanya.

"Tapi itu mungkin bisa masuk melalui mata dan mulut karena itulah perilaku virus pernapasan lainnya."

Ketika virus memasuki tubuh, ia mulai menyerang.

Presiden Brasil Jair Bolsonaro terlihat batuk ketika menghadiri demonstrasi menentang lockdown Covid-19 di Brasilia, 19 April 2020.
Presiden Brasil Jair Bolsonaro terlihat batuk ketika menghadiri demonstrasi menentang lockdown Covid-19 di Brasilia, 19 April 2020. (AFP via BBC)

Demam, batuk dan gejala COVID-19 lainnya

Diperlukan dua hingga 14 hari bagi seseorang untuk mengembangkan gejala setelah terpapar awal virus, kata Hirsch, dan rata-rata sekitar lima hari.

Begitu berada di dalam tubuh, ia mulai menginfeksi sel-sel epitel di lapisan paru-paru.

Atau sebuah protein pada reseptor virus dapat menempel pada reseptor sel inang dan menembus sel.

Di dalam sel inang, virus mulai bereplikasi hingga membunuh sel.

Ini pertama kali terjadi di saluran pernapasan bagian atas, yang meliputi hidung, mulut, laring, dan bronkus.

Pasien mulai mengalami versi ringan dari gejala yakni batuk kering, sesak napas, demam dan sakit kepala dan nyeri otot dan kelelahan, sebanding dengan flu.

Dr Pragya Dhaubhadel dan Dr Amit Munshi Sharma, spesialis penyakit menular di Geisinger, AS mengatakan beberapa pasien telah melaporkan gejala gastrointestinal seperti mual dan diare, namun itu relatif tidak umum.

Gejala menjadi lebih parah begitu infeksi mulai membuat jalan ke saluran pernapasan bagian bawah.

Ilustrasi Gambar Pneumonia
Ilustrasi Gambar Pneumonia (Tangkapan layar healthline.com)

Pneumonia dan penyakit autoimun
WHO melaporkan bulan lalu sekitar 80% pasien memiliki penyakit ringan sampai sedang akibat infeksi virus corona.

Kasus COVID-19 "ringan" termasuk demam dan batuk yang lebih parah daripada flu musiman tetapi tidak memerlukan rawat inap.

Pasien yang lebih muda memiliki respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan pasien yang lebih tua.

13,8% kasus parah dan 6,1% kasus kritis disebabkan oleh virus yang menuruni batang tenggorokan dan memasuki saluran pernapasan bawah, di mana ia tampaknya lebih suka tumbuh.

"Paru-paru adalah target utama," kata Hirsch.

Ketika virus terus bereplikasi dan perjalanan lebih jauh ke tenggorokan dan masuk ke paru-paru, itu dapat menyebabkan lebih banyak masalah pernapasan seperti bronkitis dan pneumonia, menurut Dr Raphael Viscidi, spesialis penyakit menular di Johns Hopkins Medicine.

Pneumonia ditandai oleh sesak napas yang dikombinasikan dengan batuk dan memengaruhi kantung udara kecil di paru-paru, yang disebut alveoli, kata Viscidi.

Di mana alveoli adalah tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida.

Ketika pneumonia terjadi, lapisan tipis sel-sel alveolar rusak oleh virus.

Tubuh bereaksi dengan mengirimkan sel-sel kekebalan ke paru-paru untuk melawannya.

"Dan itu menghasilkan lapisan menjadi lebih tebal dari biasanya, ketika mereka semakin menebal, mereka pada dasarnya mencekik kantong udara kecil, yang adalah apa yang kamu butuhkan untuk mendapatkan oksigen ke darahmu."

"Jadi pada dasarnya perang antara respon host dan virus," lanjut Hirsch.

"Tergantung siapa yang memenangkan perang ini, kita memiliki hasil yang baik di mana pasien pulih atau hasil yang buruk di mana mereka tidak."

Membatasi oksigen ke aliran darah membuat organ oksigen utama lainnya termasuk hati, ginjal, dan otak tidak berkurang.

Dalam sejumlah kecil kasus parah yang dapat berkembang menjadi sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), yang mengharuskan pasien ditempatkan pada ventilator untuk memasok oksigen.

Namun, jika terlalu banyak paru-paru rusak dan tidak cukup oksigen yang disuplai ke seluruh tubuh, kegagalan pernapasan dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

PT Pertamina Bina Medika Indonesia Healthcare Corporation (PERTAMEDIKA IHC) merupakan holding company dari rumah sakit-rumah sakit yang berada di lingkungan BUMN dan memiliki 70 rumah sakit tersebar di seluruh Indonesia. PERTAMEDIKA IHC diarahkan untuk memberikan kontribusi yang besar pada Pemerintah Indonesia dalam penanganan COVID-19 nasional. Menjawab kebutuhan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai untuk penanganan wabah COVID-19, PERTAMEDIKA IHC sebagai Direktur Utama Fathema Djan Rachmat, membangun 2 Rumah Sakit Modular khusus penanganan pasien COVID-19. RS Pertamina Jaya menambahkan extension 90 bed yang dibangun dalam 2 minggu, dan RS Pertamina Pusat menambahkan RS Extension Simprug dengan kapasitas 300 bed yang dibangun dalam 30 hari. RSPP Extension Simprug dibangun di bekas lapangan sepak bola seluas 22.700 meter persegi dengan kapasitas 300 tempat tidur bertekanan negatif, terdiri dari 240 tempat tidur non ICU, 31 tempat tidur ICU, 19 tempat tidur HCU, 10 tempat tidur IGD, kamar operasi, ruang bersalin, NICU, dan fasilitas cuci darah untuk pasien COVID-19. PERTAMEDIKA IHC menyadari pentingnya penerapan teknologi digital dalam meningkatkan layanan kesehatan yang inklusif. Salah satu akselerasi transformasi digital layanan kesehatan yang diterapkan PERTAMEDIKA IHC, adalah penggunaan solusi kolaborasi and komunikasi digital dari Cisco. Lewat teknologi ini, dokter dan tim medis dapat berkomunikasi secara digital melalui live video yang aman dan handal dari mana saja dan kapan saja. Solusi ini juga membantu mengurangi risiko paparan tenaga medis, tanpa mengurangi kualitas layanan kesehatan dari tenaga kesehatan kepada pasien COVID-19. TRIBUNNEWS.COM/IST/FX ISMANTO
PT Pertamina Bina Medika Indonesia Healthcare Corporation (PERTAMEDIKA IHC) merupakan holding company dari rumah sakit-rumah sakit yang berada di lingkungan BUMN dan memiliki 70 rumah sakit tersebar di seluruh Indonesia. PERTAMEDIKA IHC diarahkan untuk memberikan kontribusi yang besar pada Pemerintah Indonesia dalam penanganan COVID-19 nasional. Menjawab kebutuhan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai untuk penanganan wabah COVID-19, PERTAMEDIKA IHC sebagai Direktur Utama Fathema Djan Rachmat, membangun 2 Rumah Sakit Modular khusus penanganan pasien COVID-19. RS Pertamina Jaya menambahkan extension 90 bed yang dibangun dalam 2 minggu, dan RS Pertamina Pusat menambahkan RS Extension Simprug dengan kapasitas 300 bed yang dibangun dalam 30 hari. RSPP Extension Simprug dibangun di bekas lapangan sepak bola seluas 22.700 meter persegi dengan kapasitas 300 tempat tidur bertekanan negatif, terdiri dari 240 tempat tidur non ICU, 31 tempat tidur ICU, 19 tempat tidur HCU, 10 tempat tidur IGD, kamar operasi, ruang bersalin, NICU, dan fasilitas cuci darah untuk pasien COVID-19. PERTAMEDIKA IHC menyadari pentingnya penerapan teknologi digital dalam meningkatkan layanan kesehatan yang inklusif. Salah satu akselerasi transformasi digital layanan kesehatan yang diterapkan PERTAMEDIKA IHC, adalah penggunaan solusi kolaborasi and komunikasi digital dari Cisco. Lewat teknologi ini, dokter dan tim medis dapat berkomunikasi secara digital melalui live video yang aman dan handal dari mana saja dan kapan saja. Solusi ini juga membantu mengurangi risiko paparan tenaga medis, tanpa mengurangi kualitas layanan kesehatan dari tenaga kesehatan kepada pasien COVID-19. TRIBUNNEWS.COM/IST/FX ISMANTO (TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/IST/FX ISMANTO)

Pengaruh Usia

Viscidi juga menekankan bahwa hasil tidak biasa untuk sebagian besar pasien yang terinfeksi coronavirus.

Mereka yang paling berisiko terhadap perkembangan parah adalah lebih tua dari 70 dan memiliki respons imun yang lemah.

Orang lain yang berisiko termasuk orang dengan kelainan paru-paru, penyakit kronis atau sistem kekebalan tubuh yang terganggu, seperti pasien kanker yang telah menjalani perawatan kemoterapi.

Viscidi mendesak masyarakat untuk berpikir tentang coronavirus seperti flu karena ia mengalami proses yang sama di dalam tubuh.

Banyak orang tertular flu dan sembuh tanpa komplikasi.

"Orang harus ingat bahwa mereka sehat seperti yang mereka rasakan, dan seharusnya mereka tidak perlu panik, dan berperasaan tidak sehat seperti yang mereka khawatirkan.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Kompas.com/Retia Kartika Dewi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas