Angka Positif Covid-19 dan Kematian di Indonesia Lampaui China, Strategi Pemerintah Perlu Dievaluasi
Strategi penanganan Covid-19 oleh pemerintah perlu dievaluasi karena lebih mengedepankan kepentingan ekonomi dibandingkan paradigma kesehatan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mengaku prihatin dengan angka positif Covid-19 di Indonesia yang sudah menembus lebih dari 100 ribu kasus dan angka kematian akibat Covid-19 yang mencapai 4.838 jiwa.
Kurniasih mengatakan, angka kasus positif dan kematian akibat Covid-19 ini lebih tinggi dari China sebagai negara pertama tempat virus Covid-19 menyebar.
Dia menilai strategi penanganan Covid-19 oleh pemerintah perlu dievaluasi karena lebih mengedepankan kepentingan ekonomi dibandingkan paradigma kesehatan.
"Mulai dari Perppu penanganan Corona, kampanye new normal yang kemudian diakui salah oleh pemerintah dan terakhir pembentukan Komite Penanganan Covid-19 yang lebih berdimensi ekonomi dan menjadikan Satgas penanganan Covid-19 hanya bagian subordinat saja dalam perumusan kebijakan," ujar Mufida, dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Kamis (30/7/2020).
Dia mengatakan kebijakan pemerintah yang menitikberatkan ekonomi dalam penanganan Covid-19 justru menjadikan beberapa lokasi penyebaran klaster baru. Seperti perkantoran, pusat perdagangan, hingga pasar.
Politikus PKS tersebut juga menilai keselamatan tenaga medis semakin terancam dengan banyaknya klaster baru di fasilitas kesehatan. Dia mencatat ada 124 klaster di fasilitas kesehatan dengan 799 kasus.
Baca: Tak Percaya Virus Corona Ada, 14 Anggota Keluarga Positif Covid-19 dan 1 Orang Meninggal di Texas
"Jika terakhir Presiden meminta penanganan seimbang antara kesehatan dan ekonomi tapi tidak begitu yang terjadi di lapangan. Kampanye new normal presiden dengan mengunjungi mal dan menyerahkan kewenangan perpanjangan PSBB di masing-masing daerah membuat kebijakan nasional penanganan Covid-19 ini tidak seragam. Jika dulu episentrum di Jakarta, kini ada 8 provinsi penyumbang terbesar Covid-19 di Tanah Air," kata dia.
Oleh karenanya, pemerintah diminta menggunakan strategi penanganan Covid-19 dengan pola pikir bencana kesehatan.
Sehingga seluruh kebijakan yang akan dikeluarkan menggunakan pertimbangan kebencanaan kesehatan.
"Tidak ada yang dibenturkan antara ekonomi dan kesehatan. Kita memahami semuanya harus berjalan. Dalam sistem penanganan bencana pun semua sudah diatur. Termasuk klaster-klaster yang mendukung misalnya pendidikan, sosial, ekonomi yang komando pusatnya ada di BNPB," imbuhnya.
Lebih lanjut, Mufida mengatakan pemerintah harus segera memperbaiki catatan-catatan dalam strategi penanganan Covid-19 dan tetap memegang kendali penanganan Covid-19 hingga ke daerah.
"Jika pemerintah mengakui penggunaan new normal bermasalah maka semua dampak dari kebijakan itu harus dievaluasi menyeluruh. Pemerintah sudah diberikan kewenangan sangat besar untuk mengelola anggaran tapi tak juga terserap dengan baik. Sekalinya muncul program dengan dana besar justru menimbulkan polemik," tandasnya.