Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fahri Hamzah: PJJ Banyak Dampak Negatifnya

Akibatnya, anak menjadi lupa waktu, lebih suka bermain game dan media sosial (medsos) ketimbang fokus belajar secara mandiri, meskipun sudah dibimbing

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Fahri Hamzah: PJJ Banyak Dampak Negatifnya
SURYA/SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
PEMBELAJARAN JARAK JAUH - Suasana pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada hari pertama pembelajaran di SMK PGRI 13 dengan video confrence lewat google meeting, Senin (20/7). Kendalanya untuk kelas XII karena biasanya semester dua sudah uji kompetensi, sehingga nanti ditunjuk siswa menjadi instruktur di kelas dan akan menjadwalkan siswa lainnya secara bergantian ke sekolah untuk melakukan praktek dan mendapat buku referensi sampai bank soal. Selain kendala praktek, PJJ juga terkendala semakin banyaknya siswa lalai hadir dalam kelas daring. Sehingga siswa yang tidak hadir nantinya akan diminta membuat resume. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah menilai sekolah mandiri atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) memiliki ekses atau dampak negatif bagi perkembangan kepribadian anak secara luas.

Akibatnya, anak menjadi lupa waktu, lebih suka bermain game dan media sosial (medsos) ketimbang fokus belajar secara mandiri, meskipun sudah dibimbing oleh orang tua di rumah.

Ekses negatif lainnya, menjadi kurang menghormati norma-norma agama.

"Lapor Mas Menteri! (Mendikbud Nadiem Makarim) kemarin numpang salat di rumah saudara sekitar jam 22.00 malam. Di samping saya salat, ada 3 anak kecil sedang bermain gadget, 1 nonton YouTube, 1 main game, 1 lagi main Tiktok dengan HP ibunya dan bapaknya yang terbiasa dipakai sekolah," kata Fahri melalui keterangannya, Jumat (31/7/2020).

Baca: Nadiem Terjunkan Satu Tim Khusus Rumuskan Sistem PJJ Lebih Efektif

Fahri menegaskan, untuk melakukan sekolah mandiri ini tidak semua memiliki akses jaringan, gadget maupun paket data. 

Apabila orang tua siswa adalah seorang yang berkecukupan, tentu hal itu tidak menjadi masalah karena kebutuhan anak mereka akan dipenuhi. 

Sementara yang miskin akses bisa frustrasi, tidak bisa berbuat apa-apa, guru dan kelas mereka  menjadi tidak terjangkau.

Berita Rekomendasi

Bahkan bagi anak yang kaya akses dan paket data pun,  juga bisa membuat mereka menjadi penghuni dunia maya yang palsu, hidup menonton layar kaca (tanpa pengawasan) yang bisa merusak mata, otak dan hati. 

"Mata, otak dan hati anak-anak kita akan rusak, mereka akan menjadi penghuni dunia maya yang palsu," katanya.

Menurut Fahri, dari pada menerapkan kebijakan sekolah mandiri dengan sistem PJJ yang sudah terbukti memiliki akses negatif yang luas bagi anak, maka selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nadiem lebih baik mengembangkan infrasktruktur digital pendidikan rakyat untuk memajukan pendidikan Indonesia.

Nadiem dianggap memiliki pengalaman sukses membuat infrastruktur digital bagi tukang ojek online (ojol) yang dikenal dengan aplikasi Gojek, yang diluncurkan pada  2015 lalu. 

Hasil karya Nadiem Makarim ini menjadi salah startup transportasi online yang berhasil menyandang gelar 'Unicorn', serta memantapkan diri sebagai startup pertama asal Indonesia.

"Mas Menteri punya jejak sukses bikin infrastruktur digital bagi tukang ojek. Mengapa tidak diteruskan dengan infrastruktur digital bagi pendidikan rakyat? Dana Kementerian Pendidikan adalah yang terbesar dan mandatori konstitusi kita 20 persen APBN tiap tahun. Ayo Mas Menteri Kita Bisa!," kata mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas