YLKI Jelaskan 4 Penyebab Maraknya Klaim Temuan Obat Penangkal Covid-19
Tulus Abadi memaparkan ada empat penyebab maraknya klaim terhadap temuan obat Covid-19.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maraknya klaim temuan obat penangkal Covid-19 menjadi sorotan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi memaparkan ada empat penyebab maraknya klaim terhadap temuan obat Covid-19.
Pertama, buruknya politik manajemen penanganan wabah oleh pemerintah.
Tulus menilai sejak awal pandemi hingga saat ini, pemerintah memiliki manejemen yang buruk mengatasi pandemi.
Hal itu tercermin dari sikap pemerintah yang cenderung mengutamakan aspek ekonomi ketimbang kesehatan.
Padahal, kata Tulus, aspek kesehatan harus yang paling dahulu dituntaskan.
"Artinya menurut saya kita lihat manajemen penanganan wabah pemerintah terlalu keliru dengan mengutamakan aspek ekonomi padahal pandemi menjadi dasar untuk diselesaikan lebih dulu," kata Tulus dalam konferensi pers virtual, Senin (10/8/2020).
Selain itu, pejabat publik juga kerap kali memberikan contoh buruk dalam menangani pandemi Covid-19.
Contohnya kalung eucalyptus yang dinilai bisa menangkal virus corona.
Kalung itu diperkenalkan oleh Menteri Pertanian.
"Ini artinya selevel pejabat publik memberikan contoh yang kurang baik, kurang produktif, dan kurang mencerdaskan hingga kalau saat ini ada klaim-klaim bermunculan itu sebenarnya efek itu semua. Kita lihat dalam kerangka besar seperti itu," ujarnya.
Kedua, dari sisi psikologi konsumen.
Menurutnya, konsumen mengalami tekanan psikologis yang kuat karena merasa takut terinfkesi virus Corona.
Hal itu membuat masyarakat atau konsumen mencari jalan keluar sendiri dalam menghadapi pandemi.
"Konsumen juga mengalami tekanan ekonomi yang sangat dalam karena pendapatannya turun, gaji dipotong, dirumahkan atau bahkan di PHK. Ini menjadi persoalan juga agar konsumen mencari jalan keluar agar tidak semakin tertekan ketakutan-ketakutan tersebut," katanya.
Ketiga, lemahnya literasi konsumen terhadap produk obat, jamu dan herbal turut mendukung masyarakat mencari jalan keluar sendiri mengahadapi pandemi Covid-19.
"Ketika lemahnya literasi konsumen terhadap produk obat, jamu dan herbal, konsumen juga kurang memahami klaim-klaim obat itu ada levelnya," ujarnya.
Keempat, belum optimalnya penegakan hukum. Maraknya klaim temuan obat Covid-19 berulang didukung oleh vonis hukum yang ringan.
Menurutnya perlu hukuman yang memberi efek jera bagi pelaku.
"Kasus-kasus yang sudah masuk ranah hukum divonis ringan, tidak menjerakan bagi pelakunya. Akibatnya, kasus berulang, dan pelakunya masih sama," pungkasnya.