51 Persen Responden Nilai Kemampuan Pemerintah Pusat Identifikasi Warga Terdampak Covid-19 Buruk
Kemampuan pemerintah pusat sangat buruk dalam identifikasi warga yang terdampak Covid-19,
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan 51 persen responden menilai kemampuan pemerintah pusat mengidentifikasi warganya yang terdampak Covid-19 buruk.
Hal itu disampaikannya saat merilis survei Pemuka Opini dengan tema 'Efek Kepemimpinan dan Kelembagaan dalam Penanganan Covid-19'.
"Kemampuan pemerintah pusat sangat buruk dalam identifikasi warga yang terdampak Covid-19," ujar Burhanuddin, dalam perilisan secara virtual, Kamis (20/8/2020).
Dalam survei itu, Burhanuddin mengungkap 8,2 persen lainnya menyatakan kemampuan pemerintah pusat mengidentifikasi sangat buruk.
Baca: Survei Indikator: 57,6 Persen Elite Percaya Presiden Jokowi Bisa Tangani Covid-19
Sementara yang menilai pemerintah pusat sangat baik tercatat 2,6 persen saja. Yang cukup besar adalah 37,2 persen yang beranggapan kemampuan pemerintah pusat baik.
Selain itu, ada 1 persen responden yang tidak menjawab atau mengaku tidak tahu perihal kemampuan pemerintah mengidentifikasi warga terdampak Covid-19.
Di sisi lain, Burhanuddin mengatakan pemerintah pusat juga dianggap kurang baik dibandingkan dengan pemerintah daerah terkait komunikasi kepada warga hingga kepekaannya atau sense of crisis kepada warga.
"Pemerintah daerah cenderung mendapat penilaian yang lebih positif ketimbang pemerintah pusat. Mereka dipandang lebih peka terhadap kritis, tanggap darurat, mampu berkomunikasi dengan masyarakat, dan mampu berkoordinasi dengan seluruh aparat," tandasnya.
Adapun dalam survei kali ini, responden merupakan pemuka opini nasional dan daerah. Total responden berjumlah 304 dan berasal dari 20 kota di Indonesia.
Mereka terdiri dari tokoh yang memiliki informasi lebih luas dibandingkan masyarakat umum tentang penanggulangan Covid-19 di Indonesia.
Mereka antara lain adalah akademisi yang menjadi rujukan media, redaktur politik dan kesehatan media, pengusaha, pengamat kesehatan, sosial dan politik, tokoh organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, LSM, dan organisasi profesi.