Malaysia Melarang Masuk Warga Dari 23 Negara yang Kondisi Pandemi Covid-19 Dianggap Parah
Warga dari 23 negara dengan kondisi pandemi Covid-19 yang dinilai parah, tidak diizinkan masuk ke Malaysia, sejak Senin (7/9/2020).
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, PUTRAJAYA--Warga dari 23 negara dengan kondisi pandemi Covid-19 yang dinilai parah, tidak diizinkan masuk ke Malaysia, sejak Senin (7/9/2020).
Demikian daftar yang dikeluarkan oleh Departemen Imigrasi di akun Facebook, seperti dilansir kantor berita Malaysia, Bernama melaporkan Senin (7/9/2020).
Negara-negara tersebut termasuk Amerika Serikat, Brasil, India, Rusia, Peru, Kolombia, Afrika Selatan, Meksiko, Spanyol, Argentina, dan Chili.
Juga dalam daftar adalah Iran, Inggris, Bangladesh, Arab Saudi, Pakistan, Perancis, Turki, Italia, Jerman, Irak, Filipina dan Indonesia.
Dijelaskan lelarangan masuk ke Malaysia diberlakukan untuk warga negara dari negara-negara yang mencatat kasus Covid-19 lebih dari 150.000 kasus.
Baca: Masa Hukuman Selesai, 131 WNI Dideportasi dari Malaysia via Nunukan
Baca: 72 WNI di Arab Saudi Meninggal Dunia Akibat Covid-19, Kasus Positif di Qatar dan Kuwait Meningkat
Pada tanggal 1 September lalu, Menteri Pertahanan Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengumumkan larangan masuk bagi pemegang izin kunjungan jangka panjang dari India, Indonesia dan Filipina mulai hari ini karena lonjakan kasus Covid-19 di negara-negara tersebut.
Larangan ini melibatkan enam kategori pemegang pass, yaitu mereka yang berstatus permanent resident (PR), peserta program Malaysia My Second Home (MM2H), ekspatriat termasuk pemegang professional visit pass (PVP) dan pemegang resident pass.
Juga dilarang adalah pasangan warga negara Malaysia dan anak-anak mereka serta siswa dari tiga negara yang ingin kembali ke Malaysia.
Dua hari kemudian, Ismail Sabri mengumumkan keputusan pemerintah untuk memberlakukan larangan masuk bagi warga negara yang mencatat lebih dari 150.000 kasus Covid-19.
Namun, ia mengatakan pengecualian akan diberikan untuk kasus-kasus darurat atau hal-hal yang berkaitan dengan hubungan bilateral, tetapi akan memerlukan izin dari Departemen Imigrasi. (The Star/BERNAMA)