Bima Arya Minta Jokowi Sarankan Tak Hanya Social Distancing Tapi Juga Social Media Distancing
Bima menyarankan kepada Jokowi untuk memberitahu kepada semua pihak yang terjangkit Covid-19 untuk menerapkan social media distancing.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wali Kota Bogor Bima Arya adalah salah satu penyintas virus corona atau Covid-19.
Saat masih menjadi pasien, Bima mengaku sempat ditelepon oleh Presiden Joko Widodo.
Dalam kesempatan itu, Bima menyarankan kepada Jokowi untuk memberitahu kepada semua pihak yang terjangkit Covid-19 untuk menerapkan social media distancing.
"Jadi hari ketiga (saya menjadi pasien) pak Jokowi telepon. Saya bilang bapak sarankan deh kepada yang sekarang sedang menjalani ujian Covid-19 dan juga orang lain, bukan hanya social distancing tapi juga social media distancing," ujar Bima, dalam diskusi Populi Center dan Smart FM Network bertajuk 'Covid-19: Suara Penyintas', Sabtu (26/9/2020).
Bima sendiri mengaku sudah memutuskan untuk puasa dalam bersosial media hingga tak membaca pesan di aplikasi percakapan WhatsApp (WA) tepat sehari sebelum Jokowi menelepon.
"Saya memutuskan untuk puasa sosial media dan nggak baca WA itu hari kedua," kata dia.
Baca: Kisah Bima Arya sebagai Pasien Corona Pertama di Bogor: Tanya Dokter Dijawab Belum Ada Obatnya
Jokowi kemudian menanyakan alasan mengapa Bima menyarankan adanya social media distancing.
Bima mengungkap social media dapat membuat stres dan imunitas dari pasien Covid-19 drop.
"Saya bilang, 'pak itu bikin stres pak'. Jadi WA dan social media itu ibarat ice ball raksasa, ini kalau kita baca sedikit bikin stres, drop," jelasnya.
Oleh karena itu, Bima menilai virus corona sebenarnya menyerang pikiran dan perasaan terlebih dahulu sebelum menyerang pernapasan dari pasien.
Dia pun tak menampik, bahwa pasien Covid-19 di generasi awal memang memiliki cobaan lebih berat. Karena tak bisa mendapatkan rujukan dari para alumni atau penyintas Covid-19 lainnya.
"Jadi keluarlah kemudian kata-kata saya waktu itu bahwa virus ini menyerang pikiran, perasaan, baru pernafasan. Kalau kita manage pikiran, perasaan, insyaallah yang lain juga bisa kita kelola. Jadi (pasien Covid-19) yang pertama-tama itu memang cobaannya berat karena nggak banyak rujukannya," pungkasnya.