Terbukti Ada Lonjakan Kasus Covid-19, IDI Pertanyakan Rencana Libur Akhir Tahun
IDI meminta pemerintah lebih serius mempertimbangkan aspek kesehatan dalam menentukan libur panjang akhir tahun ini.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah lebih serius mempertimbangkan aspek kesehatan dalam menentukan libur panjang akhir tahun ini.
Wakil Ketua Umum IDI Moh Adib Khumaidi mengatakan, libur panjang telah terbukti meningkatkan kasus positif Covid-19.
Seperti, pasca libur panjang akhir pekan Mei lalu yang meningkatkan fluktuasi kasus Covid-19 sampai 20 persen.
Kemudian long weekend Agustus yang meningkatkan angka infeksi di atas dari 10 persen, dengan test rate lebih dari 20 persen.
Padahal selama pandemi Covid-19 yang berlangsung 8 bulan ini, mayoritas karyawan bekerja dari rumah atau Work From Home.
"Apa memang harus ada libur panjang? Karena long weekend membuat terjadi fluktuasi kasus," katanya dalam konferensi virtual BNPB 'Kesiapan Penanganan Pasien di RSDC', Senin (16/11/2020).
Baca juga: Politikus Demokrat Imbau Libur Panjang Akhir Tahun 2020 Ditiadakan
Baca juga: Satgas Covid-19 Minta Daerah Tujuan Wisata Tingkatkan Kesiapsiagaan Timbulnya Klaster Libur Panjang
Menurutnya, lonjakan kasus dua hari berturut-turut lalu, diprediksi dampak mobilitas masyarakat usai libur panjang 28 Oktober hingga 1 Nobember 2020.
Untuk itu jika tetap ingin menetapkan libur panjang pada akhir tahun ini, Adib berharap semua yang berhubungan dengan aktivitas liburan mulai dari transportasi, hotel, hingga tempat wisata haruslah mengedapankan protokol kesehatan yang ketat.
Misalnya membatasi usia pengunjung yakni dilarang untuk usia di atas 60 tahun serta pengunjung wajib mengenakan masker termasuk anak-anak.
"Jadi apakah harus ada long weekend? Namun kalau memang harus ada long weekend, maka harus ada yang diatur, mulai dari transportasi, aturan yang tegas tempat wisata di mana mereka berkumpul, hingga aturan di hotel," ujarnya.
Pihaknya menilai, semua pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah perlu tegas dalam penerapan aturan protokol kesehatan.
Bahkan jika diperlukan denda dan sanksi harus diberlakukan.
Lantaran, kerumunan menjadi tempat berisiko dalam penularan Covid-19.
Lebih jauh, Adib menuturkan angka kematian dokter dan tenaga kesehatan terus bertambah, di mana hingga kemarin ada lebih 160an dokter gugur karena Covid-19.
"Perubahan perilaku itu benar-benar harus dilakukan. Kalau perubahan perilaku bisa butuh 10 tahun, tetapi dengan kondisi saat ini harus ada pemaksaan, regulasi, punishment, dan denda," kata Adib.
--