Dosisnya Diragukan, Vaksin Oxford dan AstraZeneca akan Diujicoba Lagi
CEO AstraZeneca Pascal Soriot mengatakan vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan oleh Universitas Oxford dan AstraZeneca akan uji coba lagi.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnrews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - CEO AstraZeneca Pascal Soriot mengatakan vaksin virus corona (Covid-19) yang sedang dikembangkan oleh Universitas Oxford dan AstraZeneca akan dilakukan uji coba kembali.
Pernyataan tersebut disampaikannya pada Kamis (26/11/2020) menyusul keraguan yang meningkat terkait suntikan itu, yang dipicu kesalahan dosis dan penanganan data.
Dikutip dari laman Russia Today, Jumat (27/11/2020), raksasa farmasi Inggris dan Swedia itu akan menjalankan uji coba baru dari kandidat vaksinnya dengan dosis yang lebih rendah, yang sebelumnya diklaim perusahaan tersebut memiliki kinerja lebih baik dibandingkan dosis penuh.
"Sekarang setelah kami menemukan apa yang tampak seperti efektivitas yang lebih baik, kami harus memvalidasinya, jadi kami perlu melakukan studi tambahan," kata Soriot.
Ia menambahkan bahwa ini kemungkinan akan menjadi studi internasional, namun dirinya optimis vaksinnya ampuh melawan virus tersebut.
"Yang ini bisa lebih cepat karena kami tahu kemanjurannya tinggi sehingga kami membutuhkan jumlah pasien yang lebih sedikit," jelas Soriot.
Baca juga: Thailand akan Tandatangani Kontrak Pembelian Vaksin Covid-19 dengan Oxford-AstraZeneca
Baca juga: Vaksin Oxford-AstraZeneca Diklaim Efektif dan Lebih Murah
Uji coba baru, kata dia, kemungkinan tidak akan menunda otorisasi vaksin oleh regulator Inggris dan Uni Eropa (UE).
Kendati demikian, proses mendapatkan persetujuan dari Administrasi Makanan dan Obat Amerika Serikat (AS) tampaknya akan mengalami penundaan, karena lembaga tersebut lebih berhati-hati terkait urusan ini.
Rencana uji coba ini disampaikan setelah AstraZeneca melaporkan pada hari Senin lalu bahwa vaksin AZD1222 yang mereka kembangkan bersama Oxford menunjukkan efektivitas rata-rata mencapai 70 persen.
Efektivitas vaksin itu diumumkan setelah pengumpulan hasil dari dua kelompok sukarelawan yang berbeda.
Sampel pertama, efektivitas 90 persen ditunjukkan pada vaksin yang diberikan setengah dosis kemudian diikuti dengan dosis penuh.
Sementara untuk dua dosis penuh, hanya menunjukkan efektivitas sebesar 62 persen.
Perbedaan yang jelas antara rejimen yang berbeda ini membuat bingung beberapa ahli.
Hal itu karena dosis yang lebih tinggi biasanya menghasilkan respons imun yang lebih kuat.
Namun kemudian diketahui bahwa suntikan setengah dosis telah salah diberikan kepada kelompok yang lebih muda dari 2.741 sukarelawan, mereka berusia antara 18 hingga 55 tahun.
Sementara dua dosis penuh diberikan pada sampel yang terdiri dari 8.895 orang.
Selanjutnya, dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu lalu, Universitas Oxford mengakui bahwa kesalahan produksi mengindikasikan beberapa botol tidak berisi dosis vaksin yang tepat.
Penanganan AstraZeneca terhadap situasi tersebut telah menuai banyak kritik, termasuk dari analis Investasi AS Geoffrey Porges di Bank SVB Leerink.
"Kami yakin bahwa produk ini tidak akan pernah mendapatkan lisensi di AS," tegas Porges.
Namun, kekhawatiran terkait kandidat vaksin itu pun akhirnya dikesampingkan pada hari Kamis kemarin oleh Profesor Kedokteran Oxford sekaligus Penasihat Ilmu Kehidupan pemerintah Inggris, Sir John Bell.
"Kami tidak sedang memasak ini, saat kami melakukannya," kata John Bell.
Ia menyebut bahwa data yang berkaitan dengan uji coba vaksin AZD1222 akan diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet pada akhir pekan ini.
Perlu diketahui, kandidat vaksin yang dikembangkan AstraZeneca dan Oxford ini berlomba menjadi suntikan Covid-19 resmi pertama di dunia, bersaing dengan kandidat vaksin lainnya.
Seperti 'Sputnik V' dari Rusia, yang telah melaporkan efektivitas mencapai 95 persen dari hasil uji cobanya.
Lalu vaksin pabrikan AS, Moderna telah menunjukkan efektivitas mencapai 94,5 persen berdasar pada uji coba awal.
Kemudian upaya Pfizer dan BioNTech yang mengembangkan vaksin Pfizer serta telah menunjukkan efektivitas 95 persen melawan Covid-19.
Sumber: Russia Today