Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dokter Terpapar Corona Semakin Banyak, 180 Orang Meninggal, IDI Minta Evaluasi Jam Kerja

- Jumlah tenaga medis, khususnya dokter yang meninggal terpapar Covid-19 kian hari makin bertambah. IDI minta evaluasi jam kerja.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Dokter Terpapar Corona Semakin Banyak, 180 Orang Meninggal, IDI Minta Evaluasi Jam Kerja
freepik
Ilustrasi tenaga medis 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumlah tenaga medis, khususnya dokter yang meninggal terpapar Covid-19
kian hari makin bertambah.

Hingga Sabtu 28 November 2020, tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mencatat sebanyak 180 dokter meninggal akibat terpapar virus corona tersebut.

Ratusan dokter yang meninggal itu tersebar di beberapa provinsi Indonesia.

Data tersebut merupakan akumulasi selama pandemi virus corona menyerang Indonesia sejak 3 Maret lalu.

Secara jumlah, kematian dokter terbanyak berasal dari Jawa Timur. Disusul DKI Jakarta, Sumatera Utara, dan Jawa Tengah.

Baca juga: IDI: 180 Dokter Meninggal Terpapar Covid-19

Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19, Menteri BUMN Imbau Masyarakat Jangan Lengah

Rinciannya, Jawa Timur sebanyak 38 dokter, DKI Jakarta 27 dokter, Sumatera Utara 24 dokter, Jawa Tengah 15 dokter, Jawa Barat 14 dokter, Sulawesi Selatan 7 dokter.

Kemudian Banten 7 dokter, Bali dan Aceh masing-masing 6 dokter.

Berita Rekomendasi

Lalu dari Riau, Yogyakarta dan Kalimantan Timur mencatat masing-masing 5 dokter, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan masing-masing 4 dokter, KepulauanRiau 3 dokter.

Selanjutnya NTB dan Sulawesi Utara mencatat 2 dokter, serta Papua Barat, Maluku Utara, Lampung, Kalimantan Tengah, Bengkulu, dan Sumatera Barat masing-masing 1 dokter.

"Semoga angka ini tidak terus bertambah dan semua rakyat Indonesia diberikan kekuatan dalam melalui pandemi ini," tulis PB IDI dalam akun Instagramnya, Senin (30/11/2020).

Berdasarkan spesialisasinya, tenaga dokter umum paling banyak mencatat kasuskematian, yaitu sebanyak 92 orang, 4 orang di antaranya merupakan guru besar.

Kematian pada tenaga dokter spesialis sebanyak 86 dokter, 7 diantaranya merupakan guru besar.

Selain itu, tercatat juga 2 dokter residen yang meninggal terpapar Covid-19.

ilustrasi virus corona
ilustrasi virus corona (Freepik)

Kasus Covid-19 Tembus 538.883 Kasus

Di sisi lain kasus Covid-19 juga terus bertambah.

Data Satgas Covid-19 pada Senin (30/11/2020) kemarin mencatat akumulasi kasus positif mencapai 538.883 kasus.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 450.518 orang dinyatakan sembuh dan 16.945 orang meninggal.

Selain itu Indonesia juga masih memiliki kasus aktif yang membutuhkan perawatan di rumah sakit atau isolasi mandiri sebanyak 72.786 orang atau 13,4 persen dari kasus konfirmasi.

Ilustrasi masker - dokter memegang masker
Ilustrasi masker - dokter memegang masker (Freepik)

Minta Satgas Evalusi APD, Swab dan Jam Kerja Dokter
Sehubungan dengan hal itu,Ketua Umum PB IDI, Daeng Faqih meminta Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 berupaya lebih keras membantu pihaknya menekan angka kematian pada tenaga dokter yang terpapar virus corona.

Daeng mengatakan ada beberapa hal yang harus dievaluasi oleh Satgas Covid-19, seperti menjamin ketersediaan alat pelindung diri (APD), tes swab rutin kepada para tenaga medis, hingga pengaturan jam praktek sehingga beban kerja dokter tak terlalu berat.

"Ini masih harus diupayakan lebih baik lagi, karena buktinya masih banyak dokter yang gugur, terutama itu menjamin ketersediaan APD, pengaturan jam praktek yang tidak membuat lelah, dan pemeriksaan swab PCR rutin," kata Daeng, Senin (30/11/2020).

Daeng menyatakan beban kerja tenaga medis yang berat, ditambah lonjakan kasus positif di beberapa provinsi di Indonesia yang membuat rumah sakit penuh pasien Covid-19 akan mempengaruhi kondisi kesehatan tenaga medis hingga kelelahan dan terpapar virus corona.

Ilustrasi pasien covid-19 tanpa gejala yang menjalani isolasi mandiri di RS Medistra.
Ilustrasi pasien covid-19 tanpa gejala yang menjalani isolasi mandiri di RS Medistra. (Istimewa)

Kapasitas Keterisian Tempat Tidur di RS Capai 70 Persen
Di sisi lain, kapasitas keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate di beberapa rumah sakit bahkan sudah lebih dari 70 persen.

Padahal, keterisian tempat tidur di masa pandemi idealnya menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tidak lebih dari 60 persen.

Seperti DKI Jakarta, berdasarkan data Satgas Covid-19, keterisian ICU mencapai 69,57 persen, dan keterisian isolasi mencapai 71,66 persen.

Di Jawa Barat, tren keterpakaian tempat tidur ICU juga tinggi, sebanyak 73,45 persen, sementara untuk tempat tidur
isolasi 79,62 persen.

Jateng juga mencatatkan tingginya persentase keterpakaian tempat tidur di RS rujukan Covid-19.

Berdasarkan data Satgas Covid-19 keterpakaian tempat tidur mencapai 80 persen untuk ICU, dan 77,45 persen untuk ruang isolasi.

Menurut Daeng, kondisi tersebut juga ikut berpengaruh pada beratnya penanganan medis di sisi hilir hingga
menyebabkan tumbangnya para dokter.

"Upaya ini [penanganan di hilir] harus terus dijaga dan ditingkatkan, serta memastikan perlindungan pada dokter dan petugas kesehatan lainnya [dari ancaman Covid-19]," terangnya.

Saran epidemiolog, Kemenkes Harusnya Bertindak
Sementara itu, epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan Satgas Covid-19 tak bisa melakukan tindakan apapun terkait kematian dokter di Indonesia.

Menurutnya, Kementerian Kesehatan yang harusnya melakukan audit dan pengawasan ketersediaan fasilitas penunjang untuk dokter di rumah sakit yang merawat pasien Covid-19.

"Satgas itu gak bisa ngapa-ngapain, satgas tidak punya kekuasaan apa-apa, makanya saya bilang tidak bisa melakukan pengawasan karena dia lembaga ad-hoc. Semestinya ada pengawasan oleh Kemenkes, tapi kan tidak juga dilakukan," kata Pandu, Senin (30/11/2020).

Pandu menyebut baik Satgas Covid-19 maupun Kemenkes harus meneliti penyebab kasus kematian dokter yang terus bertambah.

Menurutnya, bisa saja kematian para dokter karena kurangnya APD di rumah sakit, atau kurangnya tenaga medis sehingga beban kerja dokter maupun perawat semakin berat.

"Kalau pemerintah, harus mencari penyebab kenapa meninggal, harus dipelajari, apakah APD kurang, atau dokter kurang?

Sudah diusulkan dari pertama adalah melakukan audit setiap kematian dokter, tapi
Satgas ini enggak ngerti," ujarnya.(tribun network/rin/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas