1,25 Juta Driver Daring Masuk Prioritas Penerima Vaksin Covid
Dari target 18,5 juta orang sasaran vaksinasi tahap kedua, 1,25 juta diantaranya adalah driver daring.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan tengah mematangkan pendataan vaksinasi Covid-19 tahap kedua bagi petugas pelayanan publik yang dijadwalkan berlangsung pada Maret 2021.
Dari target 18,5 juta orang sasaran vaksinasi tahap kedua, 1,25 juta diantaranya adalah driver daring.
Hal itu diungkap Jubir vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid dalam kegiatan virtual "Sosialisasi Vaksinasi Covid-19, Selasa (9/2).
"Tokoh agama, driver online, pelayanan publik lainnya (petugas pariwisata, hotel, restoran, atlet). Kemudian pimpinan dan anggota kementerian dan lembaga," ungkap Nadia.
Baca juga: Genjot Testing dan Tracing Covid-19, Menkes Minta Jokowi Tidak Panik
"Lalu TNI-polri, anggota DPR RI, DPRD, BUMN, BUMD, kepala desa, BPJS. Ini ada adalahmerupakan pendataan yang saat ini kita lakukan untuk menyiapkan proses vaksinasi kepada pelayanan publik," tambahnya.
Dalam paparan Nadia, per 31 Januari 2021 terdapat 15,1 juta pelayan publik telah terdata untuk vaksinasi tahap kedua. Tertulis ada sekitar 1.251.866 driver online yang turut menerima vaksinasi Covid-19 tahap kedua.
Baca juga: Bergejala Covid-19 Tapi RT PCR Atau Rapid Antigen Negatif, Pelaku Perjalanan Tidak Boleh Berpergian
Pemerintah tengah merampungkan vaksinasi tahap pertama untuk tenaga kesehatan dan SDM mendukung kesehatan. Ditargetkan 1,5 juta tenaga kesehatan (nakes) akan selesai divaksinasi pada akhir Februari ini.
Berikut estimasi petugas pelayanan publik yang dikutip dari Kementerian Kesehatan :
Guru 3.421.460 orang
Pedagang pasar, usaha kecil mikro 4.051.879 orang
Driver online 1.251.866 orang
Tokoh agama (masih didata)
DPR RI 575 orang
DPD RI 136 orang
Petugas pelayanan lain (masih didata)
Baca juga: Satgas Minta Daerah Pertahankan Tren Penurunan Pertambahan Kasus Covid-19
Menteri/Wakil Menteri/Kepala Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/Sekda/Eselon 1 1.721 orang
PNS Pusat 1.596.961 orang
PNS Daerah 2.531.224 orang
PPPK 1.310.734 orang
TNI 945.211 orang
Polri 470 391 orang
Satpol PP 107.583 orang
DPRD Provinsi 2.172 orang
DPRD Kab/Kota 17.354 orang
BUMN 1.516.059 orang
BUMD 1.066.241 orang
Kepala Desa/Perangkat Desa 260.411 orang
BPJS 12.403 orang
Nadia mengatakan, mekanisme vaksinasi untuk tahap selanjutkan tidak lagi menggunakan SMS notifikasi. "Sebelumnya kita menggunakan melalui SMS notifikasi. Tapi ke depan kita akan menggunakan sistem yang lebih simpel di mana nanti diawali dulu dengan pendataan sasaran," kata Nadia.
"Jadi kalau nanti untuk pelayanan publik kami sudah berkoordinasi dengan instans-instansi yang terkait. Tetapi nanti kalau untuk masyarakat umum tentunya kita akan meminta verifikasi dan registrasi ini secara berjenjang dari pemerintah daerah, kabupaten, kota," sambung dia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2ML) Kementerian Kesehatan ini juga mengatakan, sampai saat ini belum ada obat yang secara spesifik untuk Covid-19. Untuk itu, diharapkan melakukan pencegahan agar tidak terpapar Covid-19.
Nadia mengatakan, dalam proses penyembuhan pasien Covid-19, tenaga kesehatan dan medis memberikan obat berdasarkan gejala yang dialami."Sampai saat ini tidak ada obat spesifik untuk Covid-19. Adanya obat yang sifatnya mendukung untuk gejala-gejala yang muncul sebagai akibat covid 19 sehingga kita harus tetap berupaya melakukan pencegahan," ujar Nadia.
Nadia melanjutkan, virus corona yang terus bermutasi membuat gejala dari Covid-19 beragam. Sangat dianjurkan ujarnya, masyarakat displin penerapan protokol kesehatan 3M.
"Kita tetap harus meneguhkan, tidak boleh lengah untuk melaksanakan 3M, karena baju penularan Covid-19 masih sangat tinggi," kata dia.
Hal ini diperkuat oleh Anggota Komite Nasional Penilai Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dr. Anwar Santoso.
Menurutnya, sampai saat ini belum ada pernyataan resmi terkait adanya obat spesifik yang efektif serta aman untuk Covid-19.
"Belum ada satu statement yang menyatakan bahwa ini ada obat yang manjur dan aman untuk Covid-19. Semuanya dalam masih dalam fase uji klinik,” ujarnya dikutip keterangan di website Covid-19.go.id.
Bahkan menurut Anwar, badan kesehatan dunia (WHO) yang bertindak sebagai koordinator kesehatan umum internasional pun tidak menyatakan satu statement yang resmi ada obat yang direkomendasikan untuk dipakai atau aman tapi masih dalam status uji klinik.
Terkait dengan banyaknya pernyataan yang tersebar di masyarakat luas mengenai berbagai obat herbal yang dianggap mumpuni dalam penyembuhan Covid-19, menurut Anwar obat herbal tersebut tetap memerlukan uji klinis sehingga aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat dan dapat memberikan nilai saintifik serta nilai sosial yang terjamin.(TribunNetwork/rin/wly)