Positivity Rate Covid-19 di Jakarta Tinggi, Epidemiolog: Kita Menghadapi Situasi Jauh Lebih Serius
Positivity rate virus corona (Covid-19) di DKI Jakarta pada Sabtu (13/2/2021) mencapai 31,3 persen.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Positivity rate virus corona (Covid-19) di DKI Jakarta pada Sabtu (13/2/2021) mencapai 31,3 persen.
Angka ini jauh di atas standar aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dengan rincian jumlah pasien positif Covid-19 khusus ibu kota mengalami peningkatan 3.018 dari 9.633 orang yang telah dilakukan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di Jakarta.
Sementara per hari ini, tercatat ada penambahan 2.496 kasus positif Covid-19 di Jakarta.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengaku khawatir terkait performa testing di Indonesia, termasuk Jakarta.
Baca juga: Ada 159.012 Kasus Aktif Covid-19 di Indonesia hingga 14 Februari
Hal itu dilihat dari positivity rate Covid-19 di Jakarta yang mencapai enam kali lipat standar aman WHO.
"Yang saya khawatirkan saat ini adalah performa testing kita menurun sekali. Karena tes positivity rate kita tinggi, sangat tinggi. Artinya, kita situasi pandeminya, pertama tidak terkendali, kedua, gagal mendeteksi mayoritas kasus," ujar Dicky, kepada Tribunnews.com, Minggu (14/2/2021).
Menurutnya, tingginya positivity rate di Jakarta menjadi contoh bahwa Indonesia tengah menghadapi situasi yang lebih serius.
Karena ini mengindikasikan semakin banyaknya kasus yang tidak terdeteksi.
"Dan yang membuat kita semakin khawatir adalah kasus yang terdeteksi makin sedikit. Sehingga dengan tes positivity rate yang tinggi ini kita menghadapi situasi jauh lebih serius, karena yang tidak terdeteksi jauh lebih banyak dan ini menumpuk ya," tegas Dicky.
Dicky kemudian menyampaikan bahwa sedikitnya kasus yang terdeteksi, tidak bisa dijadikan landasan bahwa angka mereka yang terinfeksi Covid-19 sudah semakin menurun.
Hal ini, kata dia, yang harus dipahami pemerintah maupun masyarakat.
"Jadi ada false interpretasi dan bisa misleading ini dengan data saat ini. Dengan kasus terdeteksi sedikit, untuk pemerintah maupun publik (mungkin) ini merasa 'wah ini sudah turun', padahal tidak," pungkas Dicky.