Nekat, Peretas Asal Cina Coba-coba Meretas Situs Perusahaan Vaksin Milik India
Setelah bulan Februari lalu, seorang hacker yang disinyalir berasal dari Korea Utara mencoba membobol sistem informasi vaksin Pfizer
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi peretasan untuk mendapatkan akses informasi vaksin Covid-19 kembali terjadi
Setelah bulan Februari lalu, seorang hacker yang disinyalir berasal dari Korea Utara mencoba membobol sistem informasi vaksin Pfizer milik Korea Selatan.
Kini, Perusahaan intelijen dunia maya Cyfirma mengatakan sekelompok peretas yang diduga kuat disokong langsung pemerintah Cina menyerang sistem informasi dua perusahaan vaksin India.
Cyfirma yang dibantu Goldman Sachs, yang bermarkas di Singapura dan Tokyo, berhasil mengidentifikasi kelompok peretas APT10 alias Stone Panda. Cyfirma telah berhasil mengidentifikasi dan menahan peretasan dari celah dalam infrastruktur IT dan perangkat lunak rantai pasokan Bharat Biotech dan Serum Institute of India (SII), perusahaan pembuat vaksin terbesar di dunia.
Baca juga: Dulu Remehkan Covid-19, Donald Trump dan Melania Diam-diam Minta Divaksin Covid-19 Sebelum Lengser
Peretasan itu disinyalir bermotif pencurian hak kekayaan intelektual dalam mencari celah informasi dari vaksin Covid-19.
“Motivasi sebenarnya dalam aksi peretasan ini adalah mengeksfiltrasi kekayaan intelektual untuk mendapatkan keunggulan kompetitif atas perusahaan farmasi India dalam pembuatan vaksin Covid-19,” kata Kepala Eksekutif Cyfirma Kumar Ritesh seperti laporan dari Reuters, Senin (1/3/2021).
Kumar mengatakan kelompok APT10 secara aktif menargetkan SII, yang membuat dan mengembangkan vaksin AstraZeneca untuk banyak negara. Diketahui perusahaan farmasi India itu akan segera mulai memproduksi suntikan Novavax secara massal.
Baca juga: Bibit Vaksin Merah Putih Siap Kirim ke Bio Farma Akhir Maret, Perkiraan Harga di Bawah 5 Dollar AS
"Dalam kasus Serum Institute India (SII), mereka telah menemukan sejumlah server publik yang dijalankan dengan server web yang lemah. Mereka meretas server web yang rentan sehingga mendapat akses informasi ilegal. Mereka berbicara tentang aplikasi web yang lemah, mereka juga berbicara tentang sistem manajemen konten yang lemah dan aksi ini mengkhawatirkan," kata Ritesh.
Menanggapi aksi peretasan itu, Kementerian luar negeri Cina tidak berkomentar apapun terkait aksi kelompok APT10.
Baca juga: Vaksinasi Tahanan KPK Sudah Dilakukan, Bagaimana Nasib Napi di Lapas Over Kapasitas ?
SII dan Bharat Biotech juga menolak berkomentar lebih jauh soal aksi peretasan ini. Tim Respon Darurat Komputer India yang dikelola pemerintah, yang menurut Cyfirma telah membagikan temuannya, pun enggan berkomentar.
Berdasarkan informasi Departemen Kehakiman AS, pada 2018 kelompok APT10 telah bertindak terkait peretasan dengan dukungan dari Kementerian Keamanan Negara Cina.
Hubungan antara Cina dan India memang sedang memanas pasca perang sengketa perbatasan yang pecah sejak Juni lalu. Dalam pertempuran itu sebanyak 20 tentara India dan empat tentara Cina tewas dalam perang di perbatasan Himalaya tepatnya di kawasan Ladakh.