WHO Kritik Program Vaksinasi Eropa yang Lambat dan Meningkatnya Angka Positif Covid-19
Selain itu lembaga tersebut juga mengatakan bahwa lonjakan infeksi virus ini di kawasan tersebut semakin 'mengkhawatirkan'.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Kamis kemarin telah mengkritik program vaksinasi virus corona (Covid-19) di Eropa yang dinilai 'sangat lambat'.
Selain itu lembaga tersebut juga mengatakan bahwa lonjakan infeksi virus ini di kawasan tersebut semakin 'mengkhawatirkan'.
"Vaksinasi merupakan jalan keluar terbaik kami untuk keluar dari pandemi ini. Namun, peluncuran vaksin ini di Eropa sangat lambat dan memperpanjang pandemi. Kami harus mempercepat proses dengan meningkatkan produksi, mengurangi hambatan dalam pendistribusian vaksin, dan menggunakan setiap botol yang kami miliki sekarang," kata WHO dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: Sempat Dianggap Sebagai Obat Ajaib, WHO Larang Ivermectin Digunakan Pada Pasien Covid-19
Kasus Covid-19 yang meningkat di Eropa saat ini lebih mengkhawatirkan dibandingkan yang telah terlihat dalam beberapa bulan lalu.
Pernyataan WHO
Dikutip dari laman The Parliament Magazine, Jumat (2/4/2021), lima pekan lalu, jumlah kasus baru yang tercatat dalam waktu mingguan di Eropa memang telah turun menjadi di bawah satu juta.
Namun pada pekan lalu terlihat adanya peningkatan penularan Covid-19 pada sebagian besar negara di kawasan Eropa, dengan 1,6 juta kasus baru.
Sementara itu, European Medicines Agency (EMA) pada Rabu lalu mengatakan bahwa mereka belum mengidentifikasi faktor risiko pemberian vaksinasi, mulai dari usia, jenis kelamin hingga riwayat gangguan pembekuan darah yang pernah terjadi pada sebagian warga Eropa yang telah memperoleh vaksinasi menggunakan vaksin AstraZeneca.
Baca juga: 5 Poin Inti Laporan WHO Terkait Asal Usul Covid-19 di Wuhan: Kemungkinan Besar Berasal dari Hewan
EMA pun menekankan bahwa manfaat vaksin jauh lebih besar jika dibandingkan risikonya.
Namun dalam sebuah pengarahan, EMA menyampaikan bahwa penyelidikan terkait temuan kasus pembekuan darah itu masih berlangsung.
"Saat ini, tinjauan tersebut belum mengidentifikasi faktor risiko tertentu, seperti usia, jenis kelamin atau riwayat medis gangguan pembekuan darah sebelumnya, untuk kejadian yang sangat langka ini. Hubungan kausal pembekuan darah dengan vaksin memang belum terbukti, namun analisis lanjutan terus dilakukan," kata EMA.
Jerman dan Prancis termasuk diantara negara yang akan menghentikan sementara penggunaan vaksin untuk warga yang berusia di bawah 60 dan 50 tahun.
Baru-baru ini, regulator medis Jerman telah menerima 31 laporan kasus pembekuan darah langka pada penerima vaksin AstraZeneca.
Sembilan meninggal dan mayoritas kasus melibatkan perempuan berusia 20 hingga 63 tahun.
Sementara itu, Presiden Dewan Eropa Charles Michel telah memperingatkan kemungkinan berlanjutnya pandemi ini.
"Pandemi berikutnya bukanlah pertanyaan tentang 'jika', namun 'kapan', jadi kita harus siap. Kita tidak punya waktu untuk dibuang percuma, Covid-19 telah menjadi pengingat keras bahwa tidak ada yang aman sampai semua orang merasa aman," tegas Michel.