Dipakai Lebih dari 1 Miliar Orang di Dunia, Pakar Imunisasi: Vaksin AstraZeneca Terbukti Aman
Kementerian Kesehatan menghentikan sementara distribusi dan penggunaan vaksin AstraZenca batch CTMAV547 untuk pengujian toksisitas dan sterilitas.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan menghentikan sementara distribusi dan penggunaan vaksin AstraZenca batch CTMAV547 untuk pengujian toksisitas dan sterilitas.
Di sisi lain, pakar imunisasi dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH. DSc menuturkan, vaksin AstraZeneca telah memperoleh Emergency Use Listing (EUL) dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari otoritas kesehatan di 70 negara di dunia, termasuk Indonesia.
Hal ini membuktikan keamanan dari vaksin yang diproduksi di Inggris, Itali, Korea Selatan, dan India ini.
"Lebih dari 1 miliar dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca telah diterima masyarakat dunia. WHO juga sudah menyatakan vaksin ini aman," ujarnya dalam keterangan yang diterima, Selasa (18/5/2021).
Baca juga: Vaksinasi Gotong Royong: Dimulai Hari Ini, 22.736 Perusahaan Sudah Mendaftar, Ini Cara Daftarnya
Jane menuturkan, WHO telah menyatakan bahwa vaksin Astrazeneca aman dan efektif untuk melindungi orang dari risiko Covid-19 yang sangat serius, termasuk kematian, rawat inap, dan penyakit parah.
Saat ini vaksin Covid-19 AstraZeneca adalah vaksin yang paling banyak digunakan diseluruh dunia.
Negara di Eropa seperti Inggris dan Itali melaporkan terjadinya penurunan angka kematian yang sangat signifikan pasca digencarkannya vaksinasi COVID-19, termasuk penggunaan vaksin Astrazeneca.
Kemudian di Italia, National Institute of Health (ISS) mengatakan pada 35 hari setelah dosis pertama, terdapat penurunan infeksi sebesar 80 persen, penurunan rawat inap sebesar 90 persen, dan penurunan kematian sebesar 95 persen.
Hasil penelitian di inggris menunjukkan bahwa 21 hari pasca penyuntikan dosis tunggal vaksin AstraZeneca atau Pfizer-BioNTech, terjadi penurunan angka infeksi Covid-19 sampai 65 persen.
"Ini termasuk penurunan infeksi dengan gejala sampai 74 persen dan penurunan infeksi tanpa gejala yang dilaporkan sampai 57 persen," papar Jane.
Menurutnya, efek samping setelah vaksinasi, seperti kebas dan pegal pada daerah penyuntikan, hingga demam tinggi sebaiknya dibandingkan dengan risiko kematian yang akan terjadi akibat penyakit COVID-19.
"Ini perlu dicatat bahwa hingga saat ini, setidaknya 3,36 juta orang telah meninggal karena COVID-19 di seluruh dunia," ungkapnya.
Terkait dengan berbagai pelaporan kasus pembekuan darah pasca vaksinasi Astrazeneca di beberapa negara Eropa telah dikonfirmasi bahwa berdasarkan bukti yang ada tidak menunjukkan bukti terjadinya pembekuan darah yang disebabkan oleh vaksin COVID-19 Astrazeneca.
Data di Eropa menunjukkan tidak terjadi perubahan data kejadian thrombo emboli yang signifikan sesudah vaksinasi, jika dibandingkan sebelum vaksinasi AstraZeneca.
“Data kesehatan di Eropa Utara sangat detail, sehingga ditemukan data bahwa kejadian pembekuan darah sebelum dan sesudah adanya vaksinasi nyatanya tidak terjadi peningkatan. Misalnya data pembekuan darah dalam setahun ada 1000, setelah ada vaksinasi dengan AstraZeneca datanya tidak meningkat,” terang dr. Jane.
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi menambahkan, penggunaan vaksin AstraZeneca tetap terus berjalan dikarenakan vaksinasi Covid-19 membawa manfaat lebih besar.