Pakar Trombosis Belanda: Keputusan Penghentian Vaksin AstraZeneca Harus Didasari Sains, Bukan Emosi
Pakar trombosis Belanda marah saat mengetahui bahwa pemerintah negara itu memutuskan untuk kembali menghentikan penggunaan vaksin AstraZeneca.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, AMSTERDAM - Pakar trombosis Belanda marah saat mengetahui bahwa pemerintah negara itu memutuskan untuk kembali menghentikan penggunaan vaksin virus corona (Covid-19) AstraZeneca karena adanya kemungkinan risiko penggumpalan darah.
Keputusan tersebut, menurut para pakar trombosis ini diambil berdasar pada informasi yang tidak lengkap dan tanpa masukan dari para ahli di bidang penyakit tersebut.
"Jika anda mengabaikan para ahli, anda menunjukkan sikap arogansi," kata salah satu Pakar Trombosis, Profesor Hugo ten Cate.
Baca juga: Ahli Dari UI Laporkan Situasi Penggunaan Vaksin AstraZeneca di 6 Negara Tetangga Indonesia
Baca juga: Jokowi: Mencari Vaksin Tidak Mudah, Baru ada 420 Ribu Dosis Vaksin untuk Gotong Royong
Begitu pula yang disampaikan Pakar Trombosis Saskia Middeldorp.
"Saya semakin marah saat tahu 'pemerintah mengambil keputusan ini', semua kolega saya bingung. Seolah-olah orang-orang yang memutuskan hal ini tidak menyadari implikasinya terhadap program vaksinasi kami," kata Middeldorp.
Dikutip dari laman Dutch News, Selasa (18/5/2021), Kementerian Kesehatan Belanda mengatakan bahwa pihaknya kembali menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca menyusul laporan munculnya efek samping terkait trombosis yang serius.
Pemerintah negara itu pun tengah menunggu tinjauan lebih lanjut.
Keputusan itu membuat 25 dewan kesehatan daerah mengatakan bahwa mereka akan menghentikan pemberian vaksin untuk 'menghindari pemborosan'.
Hanya 700 suntikan yang diberikan untuk kelompok berusia di atas 60 tahun dan lokasi pemberiannya dibagi antara 70 hingga 80 lokasi vaksinasi.
Kabar tersebut merupakan pukulan lain bagi strategi vaksinasi Belanda, yang baru dimulai pada Januari lalu dan sejak saat itu dilanda masalah.
Keputusan untuk kembali menghentikan penggunaan vaksin AstraZeneca ini mengikuti laporan yang dilakukan oleh kelompok pemantau efek samping Lareb yang mengatakan bahwa seorang perempuan Belanda meninggal setelah diberi suntikan AstraZeneca.
Meskipun belum diketahui apakah kematiannya ada kaitan dengan gejala yang ditunjukkannya.
Secara total, Lareb telah menerima 5 laporan trombosis selama 7 hingga 10 hari setelah suntikan AstraZeneca, semuanya melibatkan perempuan berusia 25 hingga 65 tahun.
Laporan serupa juga telah dibuat di tempat lainnya di Eropa, dan Ilmuwan Eropa menyebut vaksin dapat mengakibatkan reaksi parah pada sistem kekebalan.
Spesialis pengobatan vaskular Pieter Willem Kamphuisen menilai bahwa keputusan pemerintah Belanda didasarkan pada emosi, bukan sains.
"Ini gambaran yang rumit, anda membutuhkan ahli untuk dapat menilai apa yang telah terjadi. Pertama-tama anda harus menganalisis informasi dan kemudian menarik kesimpulan," kata Kamphuisen.
Belanda juga sebelumnya telah menghentikan penggunaan vaksin ini untuk periode bulan lalu, saat muncul kekhawatiran tentang trombosis.
Negara tersebut kembali mulai menggunakan vaksin AstraZeneca saat Badan Obat Eropa menyebut vaksin itu aman dan efektif untuk digunakan.