Menlu Retno Marsudi Sebut 83 Persen Dosis Vaksin Covid-19 Dikuasai Negara Kaya
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengungkapkan fakta terbaru terkait dosis vaksin Covid-19 di seluruh dunia.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengungkapkan fakta terbaru terkait dosis vaksin Covid-19 di seluruh dunia.
Retno mengatakan, meskipun 187 negara sudah melakukan vaksinasi, tapi mayoritas vaksin didapat negara-negara kaya dan jumlahnya mencapai 83 persen.
Hal tersebut disampaikan Retno saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (3/6/2021).
"Walaupun sudah 187 negara yang melakukan vaksinasi, namun kesenjangan kepemilikan vaksinasi masih terus menjadi perhatian dunia," kata Retno.
Baca juga: Menlu Retno Sebut Seluruh Negara Alami Keterlambatan Pengiriman Vaksin Covid-19
Dalam kesempatan itu, Retno membeberkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO tentang jumlah persentase negara-negara di seluruh dunia yang telah melakukan vaksinasi.
Amerika Utara telah melakukan vaksinasi 59,62 persen dari total populasinya.
Eropa 46,53 persen dari total populasi, kawasan ASEAN hanya 7,13 persen dari total populasi, dan Afrika 2,25 persen dari total populasi.
Baca juga: Benarkah Setelah Terpapar Covid-19 Tubuh Menjadi Tak Prima Lagi?
"Data lain mengatakan bahwa negara kaya sudah memperoleh 83 persen dosis vaksin Covid-19, sementara negara berkembang baru menerima 17 persen dosis vaksin global, meskipun penduduknya mencapai 47 persen dari populasi dunia," ungkapnya.
Lebih lanjut, Menlu Retno mengatakan, dalam pembukaan World Health Assembly beberapa hari lalu, Dirjen WHO menyampaikan bahwa lebih dari 75 persen dosis vaksin yang telah disuntikan, hanya dilakukan di 10 negara.
Baca juga: Dokter Spesialis Paru Ungkap Kelompok Ini Rentan Alami Long Covid-19
Untuk itu, selain untuk mendukung kebutuhan vaksin di dalam negeri, diplomasi Indonesia juga dilakukan untuk mendukung terciptanya akses setara terhadap vaksin bagi semua negara.
"Salah satu tantangan yang dihadapi seluruh negara di dunia adalah keterlambatan pengiriman vaksin baik dari jalur bilateral maupun multilateral," jelas Retno.