Jakarta Darurat Covid-19, Politikus PDIP Pertanyakan Mengapa Anies Baswedan Tak Tarik Rem Darurat
Charles Honoris mempertanyakan mengapa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak menarik 'rem darurat' saat kondisi Covid-19 di Ibukota semakin gawat.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris mempertanyakan mengapa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak menarik 'rem darurat' saat kondisi Covid-19 di Ibukota semakin gawat.
Charles mengatakan Provinsi DKI Jakarta mencetak rekor angka harian Covid-19.
Dua hari berturut-turut, DKI mencetak rekor tertinggi angka kematian harian (66 jiwa) dan angka kasus harian (4.895 kasus), selama pandemi merebak sejak Maret 2020.
Data harian tersebut diperburuk dengan angka keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) fasilitas kesehatan DKI yang sudah di atas 80%, jauh di atas standar WHO 60%.
Bahkan, BOR RSDC Wisma Atlet sudah 90%, atau tertinggi selama fasilitas kesehatan darurat itu berdiri.
"Ini membuat DKI menjadi provinsi dengan BOR faskes tertinggi secara nasional, atau dengan kata lain terancam kolaps. Melihat kondisi tersebut, Jakarta bukan hanya sedang tidak baik-baik saja, tetapi sedang gawat darurat," ujar Charles kepada wartawan, Minggu (20/6/2021).
Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, Relawan dan CISDI Desak Jokowi Prioritaskan Kesehatan Masyarakat
"Dalam kondisi DKI yang begitu mengerikan ini, langkah Gubernur DKI Anies Baswedan yang hanya memperketat penegakan aturan PPKM Mikro jelas tidaklah cukup," lanjut dia.
Politikus PDI Perjuangan itu menilai Anies harus menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Total, sebagaimana yang pernah diterapkan di ibukota pada 16 Maret 2020 dan 14 September 2020.
Sebab, kondisi penularan Covid-19 di DKI hari ini lebih parah dari kondisi sebelum yang bersangkutan menerapkan dua PSBB sebelumnya.
Baca juga: Angka Kematian Covid-19 di Brasil Tembus 500.000, Tertinggi Kedua di Dunia
Sebelum PSBB terakhir di DKI diterapkan 14 September 2020, angka kasus harian dan angka kematian harian berkisar 1.300-an kasus dan 20-an jiwa, sementara sekarang sudah 4.800-an kasus dan 60-an jiwa.
"Dari data tersebut, jelas kondisi Covid-19 di DKI hari ini jauh lebih gawat dan mengerikan dari kondisi sebelumnya," kata dia.
Lebih lanjut, menurutnya jika dalam kondisi penularan Covid-19 tergawat di DKI sekarang ini Anies tidak kunjung mengajukan permohonan PSBB Total kepada Pemerintah Pusat, sebagaimana mekanisme aturan yang berlaku, maka dasar kebijakan Gubernur DKI pada dua PSBB sebelumnya akan menjadi pertanyaan buat publik.
"Kalau di awal pandemi dulu Gubernur Anies menjadi yang paling awal dan rajin menarik 'rem darurat' bagi wilayahnya, apa yang menjadi pertimbangan Anies sekarang belum melakukan hal yang sama, ketika Jakarta, provinsi yang dia pimpin, sedang dalam kondisi tergawatnya?" katanya.
Pencegahan virus corona menurut WHO