Covid-19 Menggila, Ketua MPR Minta Pemerintah Tunda PTM di Seluruh Zona Kecuali Hijau
Bamsoet menilai kondisi pandemi saat ini sangat mengkhawatirkan dan tidak aman untuk pembelajaran tatap muka.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet meminta pemerintah untuk menunda pembelajaran tatap muka (PTM) di seluruh zona, kecuali zona hijau.
Bamsoet menilai kondisi pandemi saat ini sangat mengkhawatirkan dan tidak aman untuk pembelajaran tatap muka.
"Meminta pemerintah segera memutuskan untuk menunda secara resmi pembukaan sekolah tahun ajaran baru 2021/2022 dengan sistem pembelajaran tatap muka atau PTM," ujar Bamsoet, kepada wartawan, Rabu (23/6/2021).
"Tidak hanya di zona merah saja namun di seluruh zona, selain zona hijau. Mengingat kurva covid-19 secara nasional saat ini tengah mengalami kenaikan dan angka positivity rate yang telah mencapai 50 persen," imbuhnya.
Dia juga meminta pemerintah pusat dan daerah berkoordinasi untuk menghentikan uji coba PTM yang saat ini dilakukan di sekolah-sekolah di sejumlah daerah. Terutama bagi daerah yang rata-rata kasus positif hariannya di atas 5 persen.
Baca juga: Mendikbudristek Nadiem: Laksanakan PTM Terbatas Seaman Mungkin
Sebab, lanjut Bamsoet, kondisi covid-19 yang saat ini terus melonjak dapat berisiko tinggi menyebabkan kluster penularan covid-19 di sekolah.
"Pemerintah juga perlu merinci dan mendata sekolah-sekolah beserta zona risiko covid-19 sekolah tersebut, sehingga kebijakan tatap muka di sekolah maupun pembelajaran daring tidak diseragamkan," jelasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu mencontohkan seperti daerah dengan rata-rata kasus positif di bawah 5 persen agar dapat dipertimbangkan dilakukan PTM dengan protokol kesehatan yang ketat.
Sedangkan di daerah-daerah yang sulit sinyal dan kasus covid-19 rendah, agar dapat dipertimbangkan dilakukannya PTM secara terbatas.
Lebih lanjut, Bamsoet juga meminta pemerintah berkomitmen memprioritaskan hak hidup anak sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak Anak.
Diketahui dalam Konvensi tersebut, hak sehat anak nomor dua dan hak pendidikan anak berada di urutan ketiga.
"Sehingga penting bagi pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah untuk memperhatikan dan mempertimbangkan hal tersebut dalam menetapkan keputusan maupun kebijakan," tandasnya.