Menkes Siapkan Strategi Hadapi Skenario Terburuk soal Keterisian Kapasitas RS untuk Pasien Covid-19
Ia mengatakan sudah membuat skenario terburuk terkait keterisian tempat tidur rumah sakit (RS) untuk merawat pasien Covid-19.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan sudah membuat skenario terburuk terkait keterisian tempat tidur rumah sakit (RS) untuk merawat pasien Covid-19.
Apabila kasus Covid-19 terus memburuk, Budi menyiapkan skenario dimana keterisian tempat tidur di RS mencapai angka 30 persen dan 60 persen.
Baca juga: Menkes: Vaksin Booster untuk Nakes Mulai Pekan Ini
"Kami sudah membuat skenario ke depan, dibikin sekitar 2 minggu lalu, menghitung kira-kira berapa yang harus kita tambah kalau kasusnya memburuk 30 persen dan ini diupdate tiap minggu, kalau kasus memburuk 30 persen dan sangat memburuk 60 persen dari sekarang, berapa kekurangan RS-nya," ujar Budi, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (13/7/2021).
Bila keterisian tempat tidur benar-benar mencapai angka 30 persen dalam 1-2 minggu ke depan, Budi mengatakan ada dua wilayah yang dinilai akan berat menghadapinya. Wilayah tersebut adalah Yogyakarta dan DKI Jakarta.
Baca juga: Menkes Pastikan Vaksin Covid-19 Berbayar Bukan dari Vaksin Hibah
"Jadi yang paling berat dalam 1-2 minggu ke depan kalau ada perburukan terus sebesar 30 persen atau kira-kira 2-3 persen per hari itu yang berat adalah Yogyakarta dan DKI Jakarta. Karena akan kekurangan tempat tidur isolasi dan ICU," ungkapnya.
Oleh karena itu, demi mengantisipasi keterisian tempat tidur di RS, Budi mengatakan sudah mempersiapkan strategi dengan berdiskusi bersama para gubernur wilayah tersebut.
Dia pun menegaskan strategi untuk wilayah Yogyakarta dan DKI Jakarta tentu akan berbeda. Sebab di Yogyakarta saat ini tercatat sudah ada 2.000-an tempat tidur yang terisi atau 91 persen dalam bed occupancy rate (BOR).
"Tetapi kamar tempat tidur di Yogya sebenarnya ada 8.200, yang isolasi mungkin 2.500, sekarang terisi 2.400, jadi kelihatan tinggi. Tetapi Yogya masih bisa konversi additional 2.000 deh dipindahkan," kata Budi.
Baca juga: Fakta Pria Pelalawan Lolos dari Maut Usai Diterkam Harimau, Lantunkan Azan hingga Terima 58 Jahitan
"Begitu dia naik jadi 4.000, tekanan BOR-nya turun. Dari 90 mungkin ke 60 persen. Jadi itu strategi nomor 1 tolong jangan lihat BOR, tapi lihat total kamar RS berapa. Masih banyak kamar-kamar RS dari 400 ribu yang kita bisa re-alokasikan menjadi tempat tidur isolasi untuk Covid," imbuhnya.
Sementara di DKI Jakarta strategi berbeda dipersiapkan, sebab saat ini setelah dikonversi tercatat sudah lebih dari 50 persen untuk BOR di Ibukota.
Baca juga: Wacana Perpanjangan PPKM Darurat: Harus Dipikirkan Matang dan Dikaji Mendalam
"Itu kita perlu strategi berbeda, satu RS besar kita convert untuk khusus Covid. Itu yang kita lakukan dengan RS Fatmawati, RS Persahabatan dan RS Sulianti Saroso. Kami bikin 100 persen untuk Covid. Mungkin ada tambahan mendekati 1.000 kamar," jelasnya.
Selain itu, Budi mengatakan masih ada skenario atau strategi lain dengan membangun rumah sakit lapangan atau rumah sakit darurat (RSD).
Budi mencontohkan seperti saat ini di Jakarta, Kemenkes sudah membangun RSD di Wisma Haji.
"Hal lain strategi ketiga adalah menambah RS lapangan atau RSD. Yang paling bagus adalah menggunakan fasilitas yang sudah ada sekarang ada kamar, tempat tidur dan kamar mandi. Itu paling penting dari pada bikin baru dari scratch di lapangan, karena itu susah," kata Budi.
"Itu yang sudah kita lakukan di Jakarta, Wisma Haji kita konversi 3-4 hari ruangannya 900 mungkin bisa dipakai sekitar 700-an untuk tambahan kamar RS. Ini RS artinya ada oksigen, kemudian bisa layani pasien sedang, bukan pasien ringan, pasien sedang bisa masuk ke Wisma Haji ada tambahan 700-800," tandasnya.