BREAKING NEWS: Kasus Positif Covid-19 di RI Bertambah 34.257, Kasus Kematian Cetak Rekor 1.338
Kasus positif Covid-19 di Indonesia hari ini, Senin (19/7/2021), bertambah 34.257, sehingga totalnya menjadi 2.911.733.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertambahan kasus Covid-19 di Indonesia tercatat mengalami penurunan dibanding dengan hari sebelumnya menjelang berakhirnya PPKM Darurat besok (20/7/2021).
Kasus positif Covid-19 di Indonesia hari ini, Senin (19/7/2021), bertambah 34.257, sehingga totalnya menjadi 2.911.733.
Penambahan tersebut menurun dari penambahan kasus harian beberapa hari sebelumnya yang mencapai rekor lebih dari 50 ribu kasus per hari.
Sementara itu, jumlah pasien sembuh juga menunjukkan peningkatan. Hari ini terdapat penambahan 32.217 pasien sembuh, sehingga totalnya menjadi 2.293.875.
Hanya saja, rekor terjadi di kasus pasien meninggal dunia. Per hari ini, terdapat penambahan 1.338 orang pasien meninggal, sehingga totalnya menjadi 74.920.
Jumlah ini merupakan rekor tertinggi dalam kasus kematian Covid-19 dalam sehari.
Kabareskrim: Sudah Banyak Korban Meninggal Covid-19, Kok Masih Percaya Hoaks
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menyayangkan masih adanya masyarakat yang tidak percaya dengan Covid-19.
Padahal, sudah banyak korban jiwa yang telah berjatuhan akibat terpapar virus tersebut.
"Sudah banyak yang menjadi korban meninggal karena Covid kok masih percaya hoaks," kata Agus dalam keterangannya, Senin (19/7/2021).
Baca juga: Daftar Negara dengan Kasus Kematian Baru Covid-19 Tertinggi, Indonesia Peringkat Pertama
Baca juga: Sebaran Kasus Corona Indonesia 18 Juli di 34 Provinsi, Jatim Catat Kasus Kematian Tertinggi
Ia juga menyayangkan masyarakat yang menolak vaksin dengan alasan tidak percaya Covid-19.
Menurutnya, pemerintah telah menyiapkan fasilitas vaksin kepada masyarakat dengan gratis berkelanjutan.
"Pilihannya kan kepada masyarakat sendiri. Yang punya komorbid tentu dengan pertimbangan dokter bisa diberikan atau tidak. Harapannya yang lain berpartisipasi untuk mencapai imunitas komunal," ungkap dia.
Baca juga: Varian Delta Menyebar di Lebih 100 Negara dan Sulit Dikendalikan, Bagaimana Jika Belum Vaksin?
Lebih lanjut, Agus menuturkan vaksin sejatinya bertujuan untuk mencegah penularan Covid-19.
Kalau pun masih terpapar, dampaknya terhadap kesehatan tidak signifikan.
"Allah tidak akan mengubah nasib setiap kaum, dengan apa yang kita kerjakan. Mau vaksin ya kalau terpapar virus Coronanya gak terlalu parah karena punya daya tangkal," pungkasnya.
Epidemiolog Tak Setuju Jika PPKM Darurat Disebut Gagal
Selama masa PPKM Darurat ini, angka penambahan kasus Covid-19 pun masih melonjak, sampai di atas 50 ribu kasus positif.
Kebijakan PPKM Darurat pun menuai pertanyaan pada sejumlah pihak tentang keefektifannya dalam menangani pandemi Covid-19.
Terkait hal ini, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman tak setuju jika ada yang menilai PPKM Darurat ini gagal, hanya saja belum efektif.
Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 Belum Terkendali, IDI Berharap Pemerintah Memperpanjang Masa PPKM Darurat
Menurutnya, dengan adanya PPKM Darurat, pergerakan mobilitas masyarakat berhasil diturunkan.
Di samping itu, penambahan kasus positif juga terjadi di angka yang stabil.
"Kalau dikatakan PPKM ini gagal, saya tidak setuju karena ini belum efektif. Ada angka reproduksi yang relatif stabil."
"Stabilnya angka reproduksi ini menunjukkan ada efektivitas dari PPKM Darurat," kata Dicky, dikutip dari tayangan Kompas TV Sapa Indonesia Pagi, Senin (19/7/2021).
Meskipun begitu, Dicky mengingatkan angka tambahan kasus ini tetap harus segera diturunkan.
Baca juga: Polisi Buru Pelaku Penyebar Seruan Aksi Tolak PPKM Darurat di Jawa Tengah
Dicky melanjutkan, menekan laju pernambahan kasus perlu dilakukan dengan berbasis sains.
Yakni, dengan lebih menerapkan 3 T (Tes, Tracing, Treatment) dan protokel kesehatan (prokes) 5M.
Menurutnya, saat ini, kapasitas 3T di Indonesia belum maksimal dilakukan.
"Dua minggu ini tingkatkan 3T, sehingga kita putuskan (misalnya) dilonggarkan (PPKM Darurat), 3T terus ditingkatkan."
"Ini yang harus dijadikan strategi utama. Ini berhasil di beberapa negara lain, termasuk di Sidney."
"Enggak perlu lockdown-lockdown lagi. Tapi, sekali lagi kuncinya ada di 3T," jelas Dicky.
WHO Antisipasi Munculnya Varian Baru
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di beberapa negara saat ini berpotensi memunculkan varian corona baru.
"Pandemi belum selesai," kata Profesor Didier Houssin, ketua Komite Darurat COVID-19 WHO pada Kamis (15/7/2021), dikutip dari ABC News.
Lonjakan infeksi dan kematian Covid-19 secara global menyoroti tantangan lebih lanjut dari pandemi.
Di Afrika, kasus baru melampaui puncak gelombang kedua selama tujuh hari yang berakhir pada 4 Juli dan jumlah kematian minggu ini naik 40%, menurut WHO.
Di awal pandemi, hanya ada satu varian virus corona yakni SARS-CoV-2.
Baca juga: China Bantah Klaim WHO Soal Halangi Penyelidikan Asal Usul Covid-19
Baca juga: Sempat Disentil WHO, Vaksin Covid-19 Berbayar untuk Individu Dibatalkan
Namun setelah virus ini menyebar ke seluruh dunia, muncul mutasi-mutasi baru.
Bahkan beberapa mutasi lebih menular daripada virus aslinya.
Saat ini ada empat varian Covid-19 yang menjadi perhatian WHO yakni Alpha, Beta, Gamma, dan Delta.
Varian Delta yang pertama kali diidentifikasi di India, telah menyumbang hampir 60% dari semua kasus infeksi Covid-19 di AS.
Bahkan varian ini telah tersebar di lebih dari 100 negara di dunia, termasuk Indonesia.
"Kami perkirakan itu menjadi strain dominan yang beredar di seluruh dunia, jika belum," kata Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Lebih lanjut WHO memperingatkan bahwa varian virus baru yang lebih sulit dikendalikan mungkin akan muncul seiring dengan situasi pandemi saat ini.