Pemulasaran Jenazah Covid-19 sesuai Protokol Kesehatan dan Pedoman Keagamaan
Melihat kenaikan angka tren kematian akibat Covid-19 mengindikasikan bahwa kebutuhan akan tenaga pemulasaraan semakin besar.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA -- Melihat kenaikan angka tren kematian akibat Covid-19 mengindikasikan bahwa kebutuhan akan tenaga pemulasaran semakin besar.
Seluruh jenazah perlu untuk diproses secara cepat dan tepat oleh tenaga pembantu pemulasaran yang paham mengenai cara pemulasaran jenazah dengan protokol kesehatan Covid-19 dan juga sesuai dengan pedoman keagamaan.
Wakil Kepala BAZNAS Tanggap Bencana Taufiq Hidayat memaparkan, selama peningkatan kasus Covid-19 banyak fasilitas kesehatan yang kewalahan sehingga mengakibatkan pasien melakukan isolasi mandiri dengan kondisi protokol kesehatan yang kurang layak.
Hal ini kemudian menyebabkan polemik baru dengan banyak meningkatnya kasus kematian dalam keadaan isoman dimana jenazah telah meninggal lebih dari empat jam, bahkan beberapa tercatat lebih dari 20 jam.
Keadaan ini berbuntut pada meningkatnya permintaan untuk membantu proses pemulasaran jenazah isoman.
Lebih lanjut Kepala Sub-Bidang Organisasi Relawan Kesehatan BKR Satgas COVID-19 dr.Jossep Frederick William menjelaskan, pemulasaran jenazah seyogyanya dilakukan sesegera mungkin, yaitu tidak lebih dari 24 jam setelah kematian.
Baca juga: Cerita Anggota Pemulasaran Jenazah Covid-19, Awalnya Takut Tapi Harus Memberanikan Diri
Selanjutnya jenazah disalatkan sesuai syariat keagamaan, dilakukan proses disinfeksi dan penguburan jenazah yang harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum dan berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman terdekat.
Adapun jenazah harus dikubur pada kedalaman 1,5 meter lalu ditutup dengan tanah setinggi 1 meter.
“Kenapa bungkus plastik itu sangat mutlak dalam proses penanganan jenazah COVID-19? Hal itu untuk menghindari paparan cairan milik jenazah yang masih mengandung virus untuk menginfeksi tenaga pemulasaraan dan lingkungan sekitar,” tambah Jossep dalam webinar Relawan Berperan Volume 2: Tatalaksana Pemulasaraan Jenazah COVID-19 (29/7).
Senada dengan paparan narasumber lainnya, Pokjanas PPI Kemenkes RI dr. Leli Saptawati, Sp.MK (K) menambahkan mengenai tata cara atau kewajiban yang harus dilakukan bagi relawan pemulasaraan agar agar tidak terpapar virus dari jenazah Covid-19 yang ditangani.
Menurut standar CDC WHO dan Kementerian Kesehatan RI, petugas pemulasaraan diharuskan memakai Alat Perlindungan Diri (APD), yaitu gaun tahan air dengan lengan panjang berkaret yang dilapisi apron, masker N95 atau masker medis tiga lapis, pelindung mata (kacamata/ face shield), sarung tangan, dan sepatu boots.
Menilik dari konsep syariat Islam Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Abdul Muiz Ali, menegaskan, penangananan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar COVID-19 dalam pandangan syara’ termasuk dalam kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu untuk dimandikan, dikafani, disalati, dan dikuburkan dengan teknis pelaksanaan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan petugas pemulasaraan.
"Untuk lebih lengkap, seluruh informasi yang tertuang dapat dibaca dalam Ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 Angka 7,' ungkap KH Abdul Muiz Ali.