WHO Minta Dunia Tidak Egois Pakai Dosis Booster, Utamakan Berbagi Vaksin Dengan Negara Miskin
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Rabu lalu menyerukan moratorium vaksin Covid-19 booster hingga akhir September mendatang.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Rabu lalu menyerukan moratorium vaksin virus corona (Covid-19) booster hingga setidaknya akhir September mendatang.
"Langkah itu untuk memungkinkan setidaknya 10 persen dari populasi di setiap negara bisa mendapatkan vaksinasi.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (6/8/2021), seruan untuk menghentikan vaksin booster ini merupakan yang terkuat yang pernah disampaikan organisasi tersebut.
Baca juga: WHO Instruksikan Tunda Vaksin Booster, Jubir Kemenkes : Untuk Nakes Ini Kondisi Darurat
Baca juga: Beda Pendapat Tedros dengan Laporan WHO: Kecelakaan Laboratorim Wuhan Mungkin Jadi Muasal Covid-19
Hal itu karena kesenjangan antara tingkat inokulasi di negara-negara kaya dan negara miskin semakin melebar.
"Saya memahami kepedulian seluruh pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari varian Delta. Namun kami tidak dapat menerima jika negara-negara yang telah menggunakan sebagian besar pasokan vaksin global, kembali menggunakannya untuk jumlah lebih banyak lagi," tegas Tedros.
Menurut WHO, negara-negara berpenghasilan tinggi telah memberikan sekitar 50 dosis untuk setiap 100 orang warganya pada Mei lalu, dan jumlah itu kemudian meningkat dua kali lipat.
Sedangkan negara-negara berpenghasilan rendah hanya mampu memberikan 1,5 dosis untuk setiap 100 orang, karena kurangnya pasokan.
"Kami membutuhkan 'situasi terbalik' karena ini sangat mendesak, dari sebelumnya mayoritas vaksin ke negara-negara berpenghasilan tinggi, menjadi ke negara-negara berpenghasilan rendah," kata Tedros.
Perlu diketahui, beberapa negara mulai menggunakan atau mempertimbangkan kebutuhan untuk dosis booster.
Jerman mengatakan pada hari Senin lalu bahwa pada September mendatang, negara itu akan memulai pemberian vaksin booster kepada warga yang rentan.
Begitu pula dengan Uni Emirat Arab (UEA) yang juga akan mulai memberikan booster untuk warganya yang telah divaksinasi secara lengkap dan dianggap berisiko tinggi.
Bagi yang berisiko tinggi, pemberian dosis tambahan ini akan dilakukan 3 bulan setelah mereka mendapatkan dosis kedua.
Sedangkan untuk warga lainnya yang telah divaksinasi penuh namun tidak memiliki risiko tinggi tertular, akan diberikan booster setelah enam bulan penerimaan dosis kedua.
Pekan lalu, Presiden Israel Isaac Herzog menerima dosis ketiga vaksin Covid-19 untuk memulai kampanye pemberian dosis booster kepada warga berusia di atas 60 tahun di negara itu.
Sedangkan Amerika Serikat (AS) pada Juli lalu menandatangani kesepakatan dengan Pfizer-BioNTech untuk membeli 200 juta dosis tambahan.
Ini dilakukan sebagai upaya untuk mendorong vaksinasi bagi kelompok anak serta kemungkinan adanya suntikan booster bagi warga AS.
Saat ini, regulator kesehatan AS masih menganggap bahwa dosis booster perlu diberikan kepada warganya.