Banyak Pelaporan yang Dicicil, Alasan Dikeluarkannya Angka Kematian dari Indikator Level PPKM
Data yang bias tersebut menurutnya menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM di suatu daerah.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Malvyandie Haryadi
![Banyak Pelaporan yang Dicicil, Alasan Dikeluarkannya Angka Kematian dari Indikator Level PPKM](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/jodi-mahardi-01.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi menjelaskan perihal tak dimasukkannya angka kematian dalam asesmen level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
“Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian,” kata dia di Jakarta pada Rabu (11/8/2021).
Pemerintah, lanjut Jodi, menemukan bahwa banyak angka kematian yang ditumpuk-tumpuk, atau dicicil pelaporannya, sehingga dilaporkan terlambat. Hal itu menyebabkan analisis kondisi suatu daerah menjadi bias.
“Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah,” tambahnya.
Baca juga: Polres Metro Bekasi Buka Seluruh Pos Penyekatan PPKM
Data yang bias tersebut menurutnya menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM di suatu daerah.
Namun demikian, Jodi menambahkan bahwa data yang kurang update tersebut juga terjadi karena banyak kasus aktif yang tidak terupdate lebih 21 hari.
“Banyak kasus sembuh dan angka kematian akhirnya yang belum terupdate,” katanya.
Untuk mengatasi hal ini, Jodi menegaskan bahwa pemerintah terus mengambil langkah-langkah perbaikan untuk memastikan data yang akurat.
“Sedang dilakukan clean up (perapian) data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti akan diinclude (dimasukkan) indikator kematian ini jika data sudah rapi,” bebernya.
Sembari menunggu proses itu, Jodi menuturkan bahwa untuk sementara pemerintah masih menggunakan lima indikator lain untuk asesmen, yakni seperti BOR (tingkat pemanfaatan tempat tidur), kasus konfirmasi, perawatan di RS, pelacakan (tracing), pengetesan (testing), dan kondisi sosio ekonomi masyarakat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.