IDI Sebut Beri Pajak untuk Layanan Kesehatan Berpotensi Langgar HAM
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyoroti soal tingginya pajak masuk alat kesehatan (Alkes) dan obat-obatan hingga keperluan
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyoroti soal tingginya pajak masuk alat kesehatan (Alkes) dan obat-obatan hingga keperluan laboratorium untuk Rumah Sakit di Indonesia.
Atas dasar itu Wakil Ketua Umum IDI Slamet Budiarto mendesak pemerintah untuk membawakan biaya pajak tersebut.
Hal itu karena kata dia berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia.
"Kenapa obat dan alkes jangan dibebani pajak karena itu menyangkut hak asasi manusia, orang sakit tidak boleh dibebani pajak, rumah sakit yang beli alat juga tidak boleh dibebani pajak," ucap Slamet saat dihubungi Tribunnews, Minggu (15/8/2021).
Baca juga: Desak Pemerintah Bebaskan Pajak Obat dan Alkes, IDI: Orang-orang Lagi Susah, Jangan Dibebani Pajak
Dampaknya bahkan kata dia, tekhnologi Rumah Sakit di Indonesia akan selalu tertinggal dari negara lain.
Sebab, banyak pihak Rumah Sakit yang enggan membeli alat karena pajaknya tinggi.
Ironinya kata Slamet, akhirnya sebagian besar masyarakat memilih untuk menjalankan perawatan atau berobat ke negara lain. Hal ini berdampak pada devisa negara.
Di mana berdasarkan penuturannya, devisa negara hilang sekitar Rp 100 Triliun karena banyaknya masyarakat yang berobat ke negara tetangga.
"Karena kita gabisa membeli alat-alat canggih orang berbondong-bondong ke Malaysia, negara lain yang jauh lebih murah, sekarang Malaysia booming karena di sana tidak dikenai pajak," tuturnya.
Baca juga: KPK Eksekusi Terpidana Korupsi Alkes RS Tropik Infeksi Unair ke Rutan Pondok Bambu
"Ada Rp100 T kalau gak salah devisa negara hilang tiap tahun karena berobat ke Malaysia," sambung Slamet.
Lantas Slamet menyinggung terkait barang yang wajib dikenakan pajak, kata dia segala barang tersebut yakni yang berhasil diperoleh masyarakat karena kenikmatan dalam hal ini gaji.
Kata dia, masyarakat yang memiliki keperluan untuk berobat itu bukan sebuah kenikmatan melainkan suatu ujian.
"Misal, dapet gaji beli mobil beli handphone beli rumah itu kenikmatan itu dikenai pajak oke, tapi orang susah (sakit) jangan dibebani pajak, ini brunded ini," ucapnya.
Baca juga: Harga Obat dan Alkes Melambung Tinggi, Komisi III Minta Kapolri Tindak Tegas Mafia dan Penjual Nakal
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.