Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tarif Tes PCR Kini Tertinggi Rp495 Ribu di Jawa Bali, Mengapa Baru Sekarang Turun? Ini Alasannya

Batasan tarif tertinggi pemeriksaan Covid-19 melalui metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) kini turun. Mengapa baru sekarang diturunkan?

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Tarif Tes PCR Kini Tertinggi Rp495 Ribu di Jawa Bali, Mengapa Baru Sekarang Turun? Ini Alasannya
Tribunnews/Herudin
Petugas medis melakukan tes swab PCR kepada warga di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (23/7/2021). Pemerintah berencana melakukan peningkatan testing dan pelacakan atau tracing secara masif dalam waktu dekat. Upaya tes dan tracing tersebut rencananya akan dilakukan di kawasan padat penduduk di sejumlah wilayah. Tarif Tes PCR Kini Tertinggi Rp495 Ribu di Jawa Bali, Mengapa Baru Sekarang Turun? Ini Alasannya. Tribunnews/Herudin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Batasan tarif tertinggi pemeriksaan Covid-19 melalui metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) kini turun. Mengapa baru sekarang diturunkan?

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memutuskan untuk menurunkan tarif PCR.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir menjelaskan, harga batas tertinggi itu sebesar Rp495 untuk Pulau Jawa-Bali dan Rp525 untuk wilayah daerah luar Jawa-Bali.

Baca juga: Tarif Pemeriksaan RT- PCR Turun 45 Persen, Ini Perbandingannya Negara Asean Lain

Baca juga: Daftar Harga Tes PCR dan Antigen Terbaru di Kimia Farma, Berlaku Mulai 16 Agustus 2021

Abdul Kadir mengatakan, penurunan harga tersebut telah disepakati bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI setelah mempertimbangkan berbagai aspek dan penyesuaian kondisi pandemi covid-19 terkini.

Hal itu disampaikan Abdul Kadir melalui virual, Senin (16/8/2021).

"Dari hasil evaluasi, kami sepakati bahwa batas tarif tertinggi pemeriksaan RT PCR diturunkan menjadi Rp495 ribu untuk daerah Pulau Jawa-Bali, serta sebesar Rp525 ribu untuk daerah di luar Jawa-Bali," kata Abdul Kadir.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir, dalam talkshow live Instagram @radiokesehatan, Senin (12/4/2021).
Direktur Jenderal (Dirjen) Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir, dalam talkshow live Instagram @radiokesehatan, Senin (12/4/2021). (Foto:capture live Instagram @radiokesehatan)

Ia mengatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi dengan mempertimbangkan perhitungan biaya, pengambilan, hingga pemeriksaan RT PCR Covid-19.

Berita Rekomendasi

Yakni, komponen yang dihitung yakni jasa pelayanan, reagen, bahan medis habis pakai (BMHP), biaya administrasi, overhead, dan komponen biaya lain yang telah disesuaikan.

Abdul Kadir juga mengatakan, hasil dari pemeriksaan RT PCR harus dikeluarkan maksimal 1x24 jam.

Baca juga: Harga Pemeriksaan RT-PCR Turun 45 Persen, Harganya Termurah Kedua di Negara Kawasan ASEAN

Baca juga: Presiden Minta Harga PCR Maksimal Rp550 Ribu, Mengapa Selama Ini Mahal?

"Hasil pemeriksaan RT PCR dengan menggunakan besaran tarif tertinggi tersebut dikeluarkan dengan durasi maksimal 1 x 24 jam dari pengambilan swab pada pemeriksaan RT PCR," jelas Abdul Kadir.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengintruksikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi agar mengatur harga pasaran tes Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19 maksimal Rp 550 ribu.

Hal itu untuk menjawab keluhan masyarakat yang menyatakan harga PCR masih mahal di pasaran.

Padahal, pemerintah tengah berupaya untuk meningkatkan testing Covid-19 di masyarakat.

Jokowi Minta Kemenkes Turunkan Biaya Tes PCR, Minggu (15/8/2021)
Jokowi Minta Kemenkes Turunkan Biaya Tes PCR, Minggu (15/8/2021) (Tangkap Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Dijelaskan Jokowi, nantinya kisaran harga PCR diminta dibanderol dengan biaya paling murah Rp450 ribu dan paling mahal Rp550 ribu.

"Salah satu cara untuk memperbanyak testing adalah dengan menurunkan harga test PCR. Dan saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran Rp450 ribu sampai dengan Rp550 ribu," kata Jokowi dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (15/8/2021).

Tak hanya itu, eks Gubernur DKI Jakarta itu juga meminta Menkes Budi Gunadi untuk dapat mempercepat hasil tes PCR. Maksimalnya, para masyarakat bisa dapat mengetahui hasilnya 1 x 24 jam.

"Selain itu juga saya minta agar tes PCR bisa diketahui hasilnya dalam waktu maksimal 1 x 24 jam. Kita butuh kecepatan," tukasnya.

Mengapa Baru Sekarang Turun? Penjelasan Kemenkes
Lantas mengapa baru sekarang harga PCR diturunkan?
Mengutip artikel di Kompas.com dengan judul "Penjelasan Kemenkes soal Harga Tes PCR Baru Diturunkan Sekarang Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan alasan harga acuan tertinggi tes polymerase chain reaction atau PCR untuk Covid-19 baru diturunkan pada Senin (16/8/2021).

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir mengatakan, penurunan harga tes PCR disebabkan karena harga komponen-komponen alat pemeriksaan sudah mengalami penurunan.

Baca juga: Pemerintah Tetapkan Harga Tes PCR: Rp 495 Ribu untuk Jawa-Bali dan Rp 525 Ribu Luar Jawa-Bali

Baca juga: Komisi III DPR Minta Polisi Turut Awasi Penerapan Harga Tertinggi PCR Test

"Ini disebabkan oleh karena adanya penurunan dari harga-harga reagen dan bahan habis pakai. Pada tahap-tahap awal memang harga-harga reagen yang kita beli itu kebanyakan adalah harganya masih tinggi," kata Abdul dalam konferensi pers secara virtual, Senin.

"Contohnya juga harga masker awal pandemi itu mahal kemudian harga hazmat, harga sarung tangan dan sebagainya," sambungnya.

Abdul mengatakan, harga tes PCR bisa lebih murah lagi apabila harga komponen-komponen tersebut mengalami penurunan.

"Tidak tertutup kemungkinan bahwa pada saatnya nanti akan ada evaluasi dan harganya bisa lebih turun lagi," ujar Abdul.

Petugas medis melakukan swab kepada  warga secara drive thru di Altomed, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (9/8/2021). Di masa PPKM level 4 ini banyak warga yang melakukan swab PCR atau antigen karena menjadi persyaratan dalam bepergian. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Petugas medis melakukan swab kepada warga secara drive thru di Altomed, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (9/8/2021). Di masa PPKM level 4 ini banyak warga yang melakukan swab PCR atau antigen karena menjadi persyaratan dalam bepergian. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Harga PCR di Indonesia Termurah Kedua di ASEAN
Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof. Abdul Kadir mengatakan, untuk tarif pemeriksaan RT-PCR pada dua kategori wilayah itu turun sebanyak 45 persen dari harga yang ditetapkan sebelumnya.

"Dari hasil evaluasi, kami sepakati bahwa batas tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR diturunkan menjadi Rp 495.000 untuk pulau Jawa dan Bali, serta sebesar Rp 525.000 untuk luar pulau Jawa dan Bali," kata Abdul Kadir, dalam konferensi pers virtual 'Penerapan Tarif Tertinggi RT-PCR', Senin (16/8/2021) sore.

Tarif tersebut telah ditetapkan melalui Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/I/2845/2021 Tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

Baca juga: Iwan Fals Soroti Harga Tes PCR: Tapi Lebih Alhamdulillah Lagi Kalau Gratis

Sementara pada kesempatan yang sama, Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Polhukam PMK, Iwan Taufiq Purwanto menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi terkait Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR berdasar pada permohonan dari Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, melalui Surat Nomor JP.02.03/I/2841/2021 tanggal 13 Agustus 2021.

"Penyesuaian harga acuan tertinggi tes swab dilakukan dalam rangka melindungi masyarakat agar memperoleh harga swab PCR mandiri yang wajar," kata Iwan.

Menariknya, di negara ASEAN, harga terbaru Test RT-PCR di Indonesia masuk pada daftar 'termurah kedua' setelah Vietnam.

Sementara Thailand menempati urutan termahal di ASEAN dengan kisaran harga Rp 1.300.000 hingga Rp 2.800.000.

Alasan PCR di Indonesia Lebih Mahal dari India
Mengapa PCR di Indonesia Mahal dan India Bisa Murah?

Baru-baru ini, tengah ramai diperbincangkan masyarakat tentang perbandingan mencolok perihal harga tes PCR di India yang jauh lebih murah dengan Indonesia.

Mengutip pemberitaan Kompas.com, 14 Agustus 2021, harga tes PCR di India turun dari 800 Rupee atau sekitar Rp 150.000 menjadi 500 rupee atau sekitar Rp 96.000.

Petugas medis melakukan swab kepada  warga secara drive thru di Altomed, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (9/8/2021). Di masa PPKM level 4 ini banyak warga yang melakukan swab PCR atau antigen karena menjadi persyaratan dalam bepergian. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Petugas medis melakukan swab kepada warga secara drive thru di Altomed, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (9/8/2021). Di masa PPKM level 4 ini banyak warga yang melakukan swab PCR atau antigen karena menjadi persyaratan dalam bepergian. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Dikutip dari Skytrax Ratings, harga tes PCR India untuk harga tes PCR di bandara memang cenderung paling murah di dunia.

Tarif tertinggi tes PCR adalah tes di Bandara Internasional Kansai di Jepang di mana harganya adalah 404 dollar AS atau sekitar Rp 5,6 juta.

Adapun yang paling murah adalah di Bandara Mumbai India yakni hanya 8 dollar AS atau sekitar Rp 127.320.

IDI Menyebut Pajak Jadi Pemicu Tarif PCR Mahal

Kepada Tribunnews, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) turut memberikan tanggapan terkait dengan adanya perbedaan harga pelayanan test swab PCR yang cukup tinggi antara di Indonesia dengan beberapa negara lain termasuk India.

Wakil Ketua Umum IDI Slamet Budiarto mengatakan, yang menjadi faktor utama mahalnya harga test di Indonesia itu adalah karena pajak barang masuk ke Indonesia cukup tinggi.
Perbandingan harga di Indonesia dengan negara lain juga, kata Slamet, tak hanya berlaku pada test PCR, melainkan segala keperluan obat-obatan dan laboratorium.

Saat dihubungi Tribunnews, Minggu (15/8/2021), Slamet mengatakan, "Biaya masuk ke Indonesia sangat mahal, pajaknya sangat tinggi, Indonesia adalah negara yang memberikan pajak obat dan alat kesehatan termasuk laboratorium."

Padahal kata dia, pemberian pajak pada alat kesehatan maupun obat-obatan itu tidak tepat.

Hal itu karena keperluannya untuk membantu orang yang sedang mengalami kesusahan.
Sedangkan pemberian pajak diberlakukan untuk masyarakat yang menerima kenikmatan seperti halnya pembelian barang atau kendaraan.

Slamet mengatakan, "Masa obat dan alat kesehatan dibebani pajak, yang dimaksud pajak kan kenikmatan, misal, dapet gaji beli mobil, beli handphone, beli rumah itu kenikmatan itu dikenai pajak oke, tapi orang susah jangan dibebani pajak, ini brunded ini."

Pihaknya bahkan kata Slamet telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan kementerian terkait agar untuk sedianya memberikan keringanan kepada masyarakat yang ingin berobat.

(Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda/Fitri Wulandari) (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas