Pemerintah Terapkan PCR Jadi Syarat Perjalanan Pesawat, Ombudsman: Kebijakan Ini Diskriminatif
Anggota Ombudsman RI Robert Endi Jaweng turut memberikan tanggapan terkait kebijakan pemerintah yang menjadikan tes PCR jadi syarat perjalanan pesawat
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Pravitri Retno W
![Pemerintah Terapkan PCR Jadi Syarat Perjalanan Pesawat, Ombudsman: Kebijakan Ini Diskriminatif](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/program-seruling-sasar-warga-guna-cegah-penularan-covid-19_20210909_153421.jpg)
Dia pun mendesak pemerintah membatalkan rencana syarat tes PCR untuk semua moda transportasi umum.
Baca juga: Aturan Terbaru Penerbangan Domestik Garuda Indonesia, Sesuai Ketentuan Satgas Covid-19
"Seharusnya pemerintah perlu melakukan kajian mendalam dan menyiapkan berbagai alternatif dan solusi guna memitigasi risiko Covid-19. Rakyat jangan dikorbankan dengan kebijakan PCR ini. Semestinya negara hadir untuk menjamin dan memberikan perlindungan kesehatan yang maksimal, tanpa membebani dan memberatkan masyarakat," katanya.
Pasalnya, merujuk hasil penelitian dari para pakar epidemiologi, penggunaan tes PCR dinilai tidak akan efektif jika hanya digunakan sebagai pemeriksaan satu kali tanpa indikasi apapun misalnya indikasi kontak erat.
"Lebih baik memperketat protokol kesehatan seperti mendisiplinkan pemakaian masker dan menetapkan kapasitas penumpang 50–75 persen dengan pengaturan jarak antar penumpang serta menyediakan ruangan khusus untuk makan yang terpisah dari tempat duduk khusus untuk kereta api," katanya.
Baca juga: Syarat Terbaru Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19, Ini Penjelasannya
Cara-cara itu, dikatakan Guspardi, dinilai para pakar Epidemiologi yang notabene ahli di bidangnya lebih efektif dan membantu dibanding mewajibkan tes PCR.
Legislator Komisi II itu menambahkan, bila pertimbangan pemerintah murni demi kesehatan dan mitigasi risiko gelombang ketiga Covid -19 menjelang Nataru maka seharusnya jangan jadikan tes swab PCR sebagai syarat mutlak untuk perjalanan untuk semua moda transportasi.
"Rapid antigen dirasa cukup untuk melakukan skrinning dalam memantau mobilitas masyarakat. Dan tak kalah penting, bagaimana pemerintah lebih memasifkan lagi vaksinasi untuk rakyat, supaya tercipta kekebalan komunal atau Herd Immunity," katanya.
Baca juga: Positivity Rate Stabil di Bawah 1%, Penanganan Covid-19 Indonesia Peringkat Pertama di Asia Tenggara
Belum lagi, berdasarkan laporan ICW sejak Oktober 2020 hingga Agustus 2021 ternyata keuntungan bisnis PCR sangat menggiurkan.
"Provider atau penyedia jasa layanan pemeriksaan PCR setidaknya mendapatkan keuntungan sekitar Rp10,46 triliun atau Rp. 1 triliun lebih perbulan. Kesan yang timbul dimasyarakat bahwa pemerintah lebih pro kepada pengusah yang mempunyai bisnis tes usap PCR ketimbang rakyat," katanya.
"Wajar juga kecurigaan masyarakat yang menduga telah terjadi 'permainan' dengan menjadikan komuditas kesehatan sebagai ladang bisnis yang menguntungkan kelompok tertentu," tandas Guspardi.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Reza Deni)(Kompas.com/Sania Mashabi)
Baca berita lainnya terkait Virus Corona.