PHRI Harap PPKM Level 3 Tidak Diterapkan Secara Nasional, 'Sesuaikan dengan Indikator Kasus'
Bila boleh berpendapat, PHRI ingin agar level PPKM yang diterapkan sesuai dengan kasus Covid-19 di masing-masing daerah.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap PPKM Level 3 tidak diterapkan secara nasional di masa libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Bila boleh berpendapat, PHRI ingin agar level PPKM yang diterapkan sesuai dengan kasus Covid-19 di masing-masing daerah.
Demikian disampaikan Sekjen PHRI Maulana Yusran kepada Tribunnews.com, Minggu (21/11/2021).
"Harapan utamanya status PPKM itu seperti yang adanya (sesuai angka kasus Covid-19 di masing-masing daerah)," kata Maulana.
"Misalnya level PPKM itu sesuai dengan jumlah kasus sebagai indikator dari penanganan Covid-19 itu sendiri."
Baca juga: PPKM Level 3 di Libur Nataru Hambat Pertumbuhan Angka Okupansi Hotel
"Banyak Sekarang PPKM level 1 dan 2. Kita tidak harus merubah status level PPKM tersebut, jika kami masih boleh memberikan pendapat, itu yang kami harapkan," sambung dia.
Maulana menjelaskan, geliat pertumbuhan ekonomi di sektor akomodasi mulai terlihat sejak terjadi pelonggaran status PPKM.
Sangat disayangkan bila pertumbuhan yang terjadi dihambat begitu saja.
Seharusnya yang dilakukan adalah membiasakan masyarakat untuk hidup dalam kenormalan baru (new normal), selama masa pandemi Covid-19 ini
"Seharusnya kita sudah masuk ke fase mempelajari bagaimana perubahan perilaku itu dapat dilakukan di masyarakat," kata Maulana.
"Sehingga tidak hanya kita mengambil kesimpulan bahwa setiap ada potensi liburan atau potensi untuk orang mobilitas tinggi, langsung direm pergerakan masyarakat. Mau dalam arti kata mudik atau libur akhir tahun, apapun itu, potensinya adalah menghambat pertumbuhan," papar dia.
Jika PPKM Level 3 jadi diterapkan secara nasional, sektor akomodasi dan pariwisata diyakini akan semakin Suli untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19.
"Kalau itu yang terjadi berarti sektor pariwisata tidak punya kesempatan untuk tumbuh. Di sisi lain semakin lama Covid-19 ini berlangsung, tentu sektor pariwisata semakin berat untuk bangkit," kata dia.
"Lihat saja 2021 ini kondisinya sudah lebih berat dibandingkan 2020. Apalagi nanti memasuki tahun 2022," katanya lagi.