Pengembang Vaksin Oxford-AstraZeneca Peringatkan Kemungkinan Pandemi di Masa Depan Lebih Mematikan
Karenanya, para ahli mendesak pemerintah dunia mempersiapkan sistem kesehatan masing-masing untuk menghadapi guncangan serupa di masa depan.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Banyak ahli medis telah memperingatkan sejak awal pandemi bahwa patogen virus corona (Covid-19) tidak akan menjadi virus terakhir yang memicu wabah penyakit global.
Mereka pun mendesak pemerintah dunia untuk mempersiapkan sistem kesehatan masing-masing untuk menghadapi guncangan serupa di masa depan.
Dikutip dari laman Sputnik News, Selasa (7/12/2021), salah satu ilmuwan di balik pengembangan vaksin Oxford-AstraZeneca, Profesor Sarah Gilbert telah memperingatkan bahwa umat manusia mungkin akan menghadapi virus yang bahkan lebih berbahaya dibandingkan SARS-CoV-2 yang dapat memicu pandemi baru di masa depan.
Baca juga: WHO Sarankan Tidak Gunakan Plasma Darah untuk Pasien Covid-19
Baca juga: WHO Menyarankan Tidak Menggunakan Plasma Konvalesen Untuk Mengobati Pasien Covid-19
Ia menekankan bahwa pemerintah secara global harus siap menghadapi ancaman seperti itu.
"Ini bukan kali terakhir virus mengancam hidup dan mata pencaharian kita. Sebenarnya, yang selanjutnya bisa saja lebih buruk, bisa lebih menular, atau lebih mematikan, atau keduanya," tegas Prof Gilbert.
Prof Gilbert memperingatkan dunia agar tidak berpuas diri dan menegaskan bahwa pengalaman serta pengetahuan yang diperoleh selama pandemi ini 'tidak boleh hilang'.
Tidak hanya itu, ia juga memperingatkan bahwa begitu pandemi berakhir, pengembangan vaksin dan teknologi vaksin kemungkinan akan kehilangan prioritas.
Baca juga: Ilmuwan Penemu Vaksin AstraZeneca Peringatkan Akan Munculnya Virus Lebih Mematikan Dari Covid-19
Baca juga: Pulang Jalan-jalan dari Turki, Seorang Warga Bekasi Positif Covid-19
Baca juga: KSP Konsolidasikan Pemda & Warga Yogya Cegah Potensi Persebaran Varian Baru Covid-19 Saat Nataru
Saat tidak lagi menjadi prioritas, tentu pengembangan vaksin akan sangat membutuhkan pendanaan.
Hingga saat ini, pandemi Covid-19 telah menghilangkan nyawa 5 juta orang.
Meskipun tidak mematikan seperti beberapa virus lainnya, virulensi dan dampak negatifnya pada populasi lanjut usia serta mereka yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) telah meningkatkan jumlah kematiannya.
Kurang dari setahun setelah dimulainya pandemi Covid-19, vaksin pertama pun diperkenalkan dan memiliki fungsi untuk melindungi dari komplikasi maupun risiko tertular virus dalam banyak kasus.
Vaksin pertama yang terdaftar saat itu adalah vaksin Rusia bernama Sputnik V.
Beberapa vaksin lain pun turut mengikuti jejaknya, termasuk vaksin yang dikembangkan oleh ilmuwan Universitas Oxford seperti Prof Sarah Gilbert, dan perusahaan swasta seperti AstraZeneca, Pfizer, dan Moderna.
Meskipun sebagian besar pemerintah menawarkan program vaksinasi kepada warganya secara gratis, hanya beberapa negara yang mencapai tingkat kekebalan komunal (herd immunity) mendekati 80 persen.
Sementara beberapa negara lainnya kekurangan jumlah suntikan yang cukup, lalu sisanya cenderung skeptisisme terhadap vaksin.