Varian Omicron Disebut Munculkan Gejala Ringan dan Tidak Timbulkan Kematian? Ini Penjelasan Pakar
Beberapa informasi menyatakan jika omicron tidak begitu membahayakan. Bahkan tidak menimbulkan kematian. Benarkah?
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Munculnya varian covid-19 Omicron memicu sejumlah informasi seputar mutasi virus ini.
Beberapa informasi menyatakan jika omicron tidak begitu membahayakan. Bahkan tidak menimbulkan kematian. Benarkah?
Baca juga: Varian Omicron Terkonfirmasi di 23 Negara, Angkasa Pura I Perketat Pintu Kedatangan Internasional
Baca juga: Omicron Picu Gelombang Baru Pandemi, Afrika Selatan Siapkan Rumah Sakit
Hal tersebut pun dibantah oleh Ahli Epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University, Dicky Budiman.
"Sebetulnya kematian sudah ada. Hanya masih kecil. Bahkan kematian pada anak terjadi. Jadi ini data terakhir, kalau WHO mengatakan belum, sebenarnya sudah ada,"ungkapnya pada acara talkshow secara virtual, Senin (6/12/2021).
Dicky pun mengatakan laporan tersebut datang pemerintah dari negara terkait. Begitu juga pada website. Namun Dicky menegaskan jika kematian bukanlah indikator akhir.
"Harus bersabar. Karena sudah terinfeksi ada masa inkubasi dua minggu, pusing dulu Rata-rata tiga minggu, dua minggu kemudian," katanya lagi.
Di sisi lain, Dicky mengatakan pada beberapa diskusi antar epidemiologi menyebutkan bahwa penambah kasus varian Covid-19 akibat varian Delta bersifat eksponensial.
"Tapi sementara ini sampai sekarang kategori bukan eksponensial. Tapi super eksponensial, karena terjal sekali. Ini yang saya juga waktu awal-awal delta ditemukan di india saya melihat ini bukan curva naik. Ini kaya tebing," papar Dicky.
Dicky pun menyebutkan untuk varian mutasi Covid-19 yaitu Omicron sejauh ini dikatakan sebagai super eksponensial. Dengan kata lain sesuatu varian yang ekstrim dan cepat menular.
Akibatnya, banyak menimbulkan orang sakit di semua kelompok usia. Dari anak-anak hingga orang lanjut usia. Dicky pun mengatakan walau proporsinya angka kematian 1 persen, harus dilihat lagi.
"Kalau 1 persen dari 1 juta banyak. Berbeda dibandingkan 1 persen dari seribu. Ini kenapa negara negara maju takut. Dan ingat juga, meskipun masih bisa, tapi tingkat kepulihan Indonesia 14 persen prevalensi," ucap Dicky.
Dan ada 30 persen kasus yang sembuh mengalami long Covid-19. Kemudian dari 30 persen long Covid-19, ada yang berdampak serius.
"Prinsipnya bersikap lebih mengambil skenario terburuk sampai terbukti sebaliknya. Supaya masyarakat terlindungi dan tidak jadi korban," pungkasnya.