YKMI Ajukan Banding Administrasi ke Menkes soal SE Vaksin Booster yang Tidak Punya Sertifikat Halal
Vaksin itu termasuk produk rekayasan genetic, yang juga wajib memiliki sertifikat halal, untuk beredar dan dipergunakan di Indonesia
Penulis: Erik S
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) mengajukan surat banding administrasi secara resmi ke Menteri Kesehatan RI pada Jumat (11/2/2022).
Surat itu berupa banding administrasi atas terbitnya Surat Edaran Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.02.02/II/252/2002 Tentang Vaksinasi Covid-19 Dosis Lanjutan (Booster).
Dalam Surat Edaran Dirjen P2P tersebut, jenis vaksin booster (lanjutan) yang wajib digunakan tak satupun yang memiliki sertifikat halal.
“Hal itu menyalahi ketentuan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal,” papar Amir Hasan, SH, MH, kuasa hukum YKMI di Jakarta.
Menurut Amir lagi, vaksin adalah termasuk barang yang wajib memenuhi ketentuan sertifikat halal.
“Vaksin itu termasuk produk rekayasan genetic, yang juga wajib memiliki sertifikat halal, untuk beredar dan dipergunakan di Indonesia,” tambahnya.
Baca juga: Akademisi Dorong Pemerintah Sediakan Vaksin Halal untuk Booster
Sementara itu, sambungnya, jenis vaksin booster yang digunakan berdasarkan Surat Edaran Dirjen P2P Kementerian Kesehatan itu, tak satupun yang memiliki sertifikat halal.
“Makanya kita mengajukan banding admisnitrasi secara resmi kepada Menkes, atas terbitnya Surat Edaran tersebut,” tambahnya.
Mekanisme banding administrasi itu, tambah pengacara asal Medan itu lagi, berdasarkan pada ketentuan UU 30 Tahun 2014 tentang Adminisrasi Pemerintahan.
“Sebelumnya kita sudah ajukan Keberatan resmi pada Dirjen P2P Kemenkes, tapi tak ada jawaban, makanya kita mengajukan banding ke Menkes secara resmi,” tegasnya.
Dalam surat bernomor 06/DA/II/2022, YKMI melalui kuasa hukumnya dari Daar Afkar & Co. Law Firm, secara serius mengajukan banding yang wajib ditanggapi oleh pihak Menkes selama 10 hari.
“Jika tak ada jawaban dari pihak Menkes atas surat banding kita, maka kita akan ajukan gugatan ke PTUN atas terbitnya Surat Edaran tersebut,” tegas Amir Hasan lagi.
Selain itu, menurut Ahsani Taqwim Siregar, kuasa hukum YKMI lainnya, vaksin booster tersebut telah terang benderang merugikan hak hukum umat Islam.
“Dengan tidak menyediakan vaksin halal, maka hak-hak umat Islam telah dirugikan, ini menyalahi ketentuan bahwa negara menjamin kemerdekaan umat Islam untuk menjalankan ibadah,” tegasnya.
Karena, sambungnya, vaksin yang halal berarti vaksin yang tidak mengandung zat yang diharamkan dalam Islam.