Pemerintah Sebut Strategi Hadapi Varian Omicron dan Delta Beda
Saat ini, pemerintah tidak menarik rem darurat seperti varian Delta. Namun, tetap dilakukan pembatasan mobilitas penerapan PPKM level 3.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, dalam menghadapi varian Omicron pemerintah menerapkan strategi yang agak berbeda dengan varian Delta.
Saat ini, pemerintah tidak menarik rem darurat seperti varian Delta. Namun, tetap dilakukan pembatasan mobilitas penerapan PPKM level 3.
"Artinya itu kan sudah pengurangan ya daripada mobilitas sambil percepatan vaksinasi dan juga testing tracing," kata Nadia
Nadia memaparkan, pemerintah mempelajari penularan varian Delta yang memiliki penularan sangat cepat.
Serta, tingkat keparahan yang juga luar biasa.
"Karena pada waktu 56 ribu kasus kita angka kematian kita itu mencapai 2500 per hari," terang perempuan yang juga menjabat juru bicara vaksinasi Covid-19 ini.
Sementara, saat ini angka menembus 67 ribu sehari, namun kematian diangka 180 orang.
"Jadi digitnya beda. Tingkat keterisian perawatan Rumah Sakit waktu kita menghadapi varian data secara nasional juga sudah lebih dari 60 persen. Tapi sekarang BOR secara nasional 30 persen.
Jadi melihat kondisi ini juga kemudian kita banyak belajar dan dari kondisi kondisi negara lain, tentunya strateginya mungkin sedikit berbeda," jelas Nadia.
Baca juga: Kemenkes: Indonesia Segera Masuk Puncak Gelombang Ketiga Covid-19
Pemerintah ujar Nadia, sampai saat ini juga tidak pernah melepas kebijakan protokol kesehatan. Masyarakat terus diimbau untuk tetap patuh pada protokol kesehatan.
Serta mempercepat vaksinasi, baik untuk vaksinasi primer maupun booster.
"Awalnya hanya untuk lansia dan komorbid yang jadi prioritas pertama, bahkan sekarang seluruh masyarakat di atas usia 18 tahun sudah bisa menerima booster," kata dia.
Artinya, kombinasi dan intervensi yang pemerintah terapkan tentunya disesuaikan dengan kondisi ini.
"Sampai saat ini tidak ada satupun negara yang mengatakan bahwa intervensi dinegara itu berhasil. Indonesia harus belajar dengan negara lainnya mungkin intervensinya berbeda," ungkap Nadia.