Anggota DPR Apresiasi Capaian Vaksinasi 70,25 Persen
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan hingga Kamis 3 Maret 2022 pukul 18.00 WIB, sebanyak 146,305,278 orang menerima vaksin dosis kedua atau setara
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – DPR RI mengapresiasi capaian vaksinasi nasional Covid-19 saat ini.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan hingga Kamis 3 Maret 2022 pukul 18.00 WIB, sebanyak 146,305,278 orang menerima vaksin dosis kedua atau setara 70,25%.
“Saya mengapresiasi kerja keras pemerintah yang telah mencapai target vaksinasi. Indikator penting keberhasilan penanganan Covid 19,” kata Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto, Jumat (4/3/2022).
Edy menjelaskan kondisi capaian vaksinasi tersebut mengakibatkan kekebalan komunitas di Indonesia.
"Terbukti meski insidensi Omicron lebih tinggi, tapi sebagian besar ringan-sedang yang tidak membutuhkan dirawat di rumah sakit, angka kematian juga lebih rendah,” kata Edy.
Menurut dia, dengan melihat data capaian vaksinasi tersebut, tidak ada keraguan lagi pemerintah untuk segera menyiapkan skenario secara bertahap dari pandemi ke endemi agar pemulihan ekonomi segera terjadi.
“Bagi daerah yang belum mencapai target vaksinasi terus pro aktif, jemput bola, atau door to door,” katanya.
Baca juga: Pandemi Covid-19 Masuk Tahun Ketiga, Ahli: Vaksinasi Bukan Andalan, Perlu Perilaku Adaptif
Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini juga menilai capaian vaksinasi nasional itu patut diapresiasi.
Menurut Yahya, capaian vaksinasi nasional itu merupakan kerja keras pemerintah pusat, pemda, dibantu TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
“Kita harus bangga dalam pencapaian vaksin Indonesia menempati rangkin ke-4 di dunia. Ini merupakan prestasi yang patut dihargai dan diacungi jempol,” kata Yahya Zaini.
Namun demikian, menurut dia, capaian vaksinasi yang lebih tinggi lagi harus dikejar, terutama untuk lansia.
“Karena capaian untuk vaksin lansia baru mencapai 70,17 % untuk dosis pertama dan 45,36 % untuk vaksin kedua dan baru sekitar 20 provinsi yang capaian vaksin lansianya di atas 60 %,” jelasnya.
Yahya juga berharap penentuan peralihan status pandemi ke endemi harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati serta mempertimbangkan pendapat dari para pakar, khususnya pakar epidemologi.
“Jangan sampai Covid-19 nya masih naik, lalu kita menentukan status endemi. Sehingga pada akhirnya masyarakat yang dirugikan,” imbuhnya.
Karena, kata dia, peralihan status akan merubah strategi dan kebijakan penanganan pandemi, termasuk anggarannya.
“Kita perlu mengambil pelajaran dari negara-negara yang sudah menentukan status endemi dan negara-negara yang belum menentukan status endemi. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penentunya, karena setiap negara berbeda ketahanan kesehatannya,” ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo sepakat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menekankan bahwa perubahan pandemi ke endemi tidak perlu tergesa-gesa.
Rahmad Handoyo menilai peralihan pandemi ke endemi memerlukan persiapan yang matang.
Dia menilai perubahan perilaku masyarakat dibutuhkan untuk peralihan pandemi ke endemi, selain vaksinasi. Karena, dia mengungkapkan banyak negara yang capaian vaksinasinya sudah tinggi, namun fatalitas rate-nya juga masih tinggi.
“Dibutuhkan perubahan perilaku dalam bentuk protokol kesehatan, kalau vaksinasinya sudah bagus, kemudian protokol kesehatan tetap berjalan, saya kira untuk menuju endemi itu masih bisa, tapi kalau saat ini menurut saya belum memungkinkan, tapi bolehlah untuk wacana itu,” pungkasnya.(Willy Widianto)