PTM Terbatas Harus Dioptimalkan Ketika Kasus Covid-19 Melandai
Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman menyebutkan jika pembelajaran tatap muka (PTM) harus dioptimalkan.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman menyebutkan jika pembelajaran tatap muka (PTM) harus dioptimalkan.
Menurutnya PTM harus disegerakan ketika situasi melandai atau membaik. Hal ini menjadi prinsip yang sangat mendasar dalam pengendalian pandemi.
"Dan ini tentu tidak bisa disama ratakan, antar daerah tentu berbeda. Nah kalau bicara 100 persennya ini yang dimaknai bukan berarti langsung satu kelas penuh. Tetap ada pembatasan," ungkapnya pada Tribunnews, Selasa (5/4/2/2022).
Baca juga: PTM 100 Persen di Kota Tangerang: Selesai Antar Anak, Orang Tua Harus Pulang
Baca juga: PTM di DKI Kembali 100 Persen, Sekolah Ditutup 14 Hari Jika 5 Persen Siswanya Terpapar Corona
Bisa dilakukan pembagian waktu. Misalnya waktu digilir. Apakah pagi atau sore dan dibagi menjadi dua kelas.
Namun menurut Dicky tetap disesuaikan dengan kemampuan dan situasi setempat.
"Karena bicara 100 persen, jangan diartikan 1 kelas penuh banget. Ini yang relatif rentan saat ini. Dimana banyak kasus infeksi covid-19 saat ini di gelombang Omicron banyak kasus infeksi di rumah," kata Dicky menambahkan.
Bahkan kata Dicky para pekerja pelayan publik yang saat varian sebelumnya terlindungi, sekarang tidak. Karena sekolah dibuka dan terkena pada anak.
Dicky menyebutkan hal ini yang harus dipahami. Mitigasi penting dipastikan dan anak-anak harus sudah divaksin. Terutama pada kelompok yang rawan, seperti orang di atas usia 50 harus booster.
Di sisi lain, bicara soal kantin sekolah yang tidak buka, dapat mengurangi interaksi di dalam sekolah. Tapi Dicky mengingatkan jika aktivitas anak jajan di sekolah bukan hanya di kantin.
Di luar lingkungan sekolah pun bisa dilakukan. Hal ini yang menjadi risiko karena tidak tahu bagaimana kondisi keamanan di luar. Bahkan jika seluruh masyarakat di kantin sudah divaksin malah jauh lebih aman.
"Kalau kantin itu di dalam, memakai masker, melakukan protokol kesehatan, di luar lebih sulit. Makanya tidak selalu dan menjamin kalau kantin tidak buka lebih sedikit interaksi. Karena bicara jajan, di luar sekolah lebih banyak godaan," pungkasnya.