Vaksin Covid-19 Terbuang, Pakar Epidemiologi Sarankan Ada Evaluasi
Menurut Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky, adanya vaksin tidak terpakai dan akhirnya terbuang, memang sudah lazim dan harus bisa diprediksi
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com. Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Menurut Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky, adanya vaksin tidak terpakai dan akhirnya terbuang, memang sudah lazim dan harus bisa diprediksi sejak awal.
"Tapi yang tentu harus menjadi catatan adalah seberapa banyak. Angka 10-20 persen di beberapa negara terjadi terbuang dengan berbagai alasan," ungkap Dicky pada Tribunnews, Rabu (1/6/2022).
Vaksin yang terbuang menurut Dicky dibedakan menjadi dua. Ada yang setelah terbuka, dan yang belum. Dan ini menurut Dicky perlu menjadi eveluasi tertentu dari pemerintah.
Baca juga: Pemerintah akan Musnahkan Vaksin Covid-19 yang Kedaluwarsa, Menkes Beri Penjelasan
"Karena kalau sudah dibuka terus ada yang terbuang, ini sebetulnya bukan bisa dibenarkan, tapi relatif bisa diterima. Walau ini harus menjadi evaluasi dari pemerintah," tegas Dicky.
Karena bisa saja orang yang ditargetkan divaksin saat itu tidak dapat terpenuhi. Tapi jika vaksin terbuang belum dibuka karena expired atau kondisi lain, ini bisa disebut karena administrasi dan manajemen.
Ada kemungkinan tersimpan cukup lama, sistim distribusi yang terlalu birokratis dan sebagainya. Selain melakukan evaluasi, kondisi ini harus diberi tahu pada publik.
Dengan tujuan dapat menjadi perhatian bersama di tengah fakta kebutuhan vaksin yang besar.
Banyak juga penduduk Indonesia yang belum mendapatkan vaksinasi. Atau bahkan distribusi yang tidak merata
Belum lagi pemberian vaksin yang juga menemui hambatan dari sisi geografis. Ada pula kelompok masyarakat yang sulit dilakukan persuasif dan kendala lainnya..
"Menurut saya perlu perbaikan. Dimulai dari perbaikan catatan yang harus dilakukan. Lalu penyampaian strategi komunikasi risiko tidak bisa dipisahkan," tutupnya