Ahli Epidemiologi Ingatkan Pemerintah Tak Pandang Enteng Kasus Covid-19 Sub Varian BA.4 dan BA.5
Turunan varian Omicron terbilang cukup berbahaya, terlebih sub varian BA.4 dan BA.5.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman menyebut jangan memandang enteng virus corona atau Covid-19 sub varian BA.4 dan BA.5
Menurut dia munculnya varian Covid-19 menunjukkan tiga indikator.
Pertama, kemampuan menginfeksi dan menular.
Kedua, dari kemampuan menurunkan efikasi antibodi.
Entah itu antibodi yang didapatkan dari vaksinasi atau terinfeksi.
Ketiga, dilihat dari potensi keparahan.
Baca juga: Pakar Epidemiologi Ingatkan Pemerintah Perkuat Mitigasi untuk Hadapi Gelombang Kasus Covid-19
Varian BA.4 dan BA.5 menginfeksi dan menurunkan efikasi antibodi dari varian sebelumnya.
"Itu sudah sangat jelas berarti. Tidak bisa dianggap remeh dan perlu diwaspadai. Perlu dilakukan mitigasi yang kuat. Virus ini bisa menerobos adanya imunitas suatu proteksi yang timbul dari infeksi sebelumnya," ungkap Dicky kepada Tribunnews.com, Minggu (10/7/2022).
Apa lagi saat ini membangun imunitas dengan vaksin ketiga masih dalam proses.
Artinya risiko terdampak dari infeksi virus ini pasti ada.
Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Makau akan Tutup Kasino dan Kegiatan Bisnis Lainnya
Terutama pada sekelompok masyarakat yang berisiko.
Saat ini Indonesia berada di tengah terbatasnya testing dan treacin.
Kasus yang ada saat ini menurut Dicky seperti fenomena gunung es
"Kasus yang ada saat ini terdeteksi itu puncak gunung es, itu hanya sebagian. Dan itu sudah terbukti di dua tahun pertama pandemi kita, angka kematian dilaporkan pemerintah 7 kali lebih rendah dari estimasi WHO," katanya.
Hal ini menegaskan jika angka kematian yang terjadi di masyarakat jauh lebih tinggi.
Terutama pada angka infeksi.
Baca juga: Jokowi Ingatkan Masyarakat Tetap Pakai Masker di Dalam dan Luar Ruangan: Covid-19 Masih Ada
Sekali lagi, Dicky menegaskan jika situasi ini tidak bisa dianggap remeh.
"Karena di dalam setiap gelombang apa pun variannya bisa menimbulkan korban. Korban kematian ada, walau saat ini dengan modal imunitas vaksinasi menjadi menurun," kata Dicky.
Di sisi lain Dicky juga mengungkapkan jika pemerintah Indonesia tidak bisa membandingkan data yang dimiliki dengan beberapa negara.
"Kita tidak bisa membandingkan data kita dengan negara maju. Kasus kematian di kita banyak tidak terdeteksi. Sedangkan pada negara maju tidak ada satu kasus tidak terdeteksi," kata Dicky lagi.
Mayoritas kematian di beberapa negara perlu melalui penyelidikan sebelum akan dimakamkan.
Selain itu, Dicky juga menegaskan jika yang harus dicegah bukan angka kematian saja.
Tapi orang yang sakit dan pasien masuk rumah sakit.
Terutama saat ini yang paling banyak terinfeksi masuk dalam kategori tidak bergejala.