Epidemiolog Sebut Indonesia Harus Kejar Capaian Vaksinasi
Dicky Budiman menegaskan Indonesia harus terus tingkatkan capaian vaksinasi agar pengendalian Covid-19 di Indonesia bisa secara berkelanjutan.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Epidemiolog Dicky Budiman menegaskan Indonesia harus terus tingkatkan capaian vaksinasi agar pengendalian Covid-19 di Indonesia bisa secara berkelanjutan.
"Indikator yang bisa menjamin lebih berkelanjutan situasi ini terkendali itu adalah modal imunitas. Peningkatan imunitas lebih menentramkan," ungkapnya pada keterangan resmi, Jumat (23/12/2022).
Memang, menurut Dicky secara umum situasi pengendalian Covid-19 di Indonesia sudah jauh lebih baik.
Ditandai dengan penurunan jumlah masyarakat yang terinfeksi, beban di fasilitas kesehatan dan kasus kematian.
Namun, menurut Dicky, indikator tersebut belum menenangkan. Apalagi kalau melihat kondisi global. Kasus Covid-19 di beberapa negara masih cukup tinggi, misal di Tiongkok dan India.
Dicky mengatakan cakupan vaksinasi primer dan booster harus di atas 80 - 85 persen.
Sedangkan data WHO menyebut per Desember ini cakupan vaksinasi penuh, yakni dosis pertama dan kedua serta booster pertama belum mencapai 80 persen.
"Ini harus dikejar, karena ini akan membuat kita percaya diri lebih besar," tegas Dicky.
Baca juga: Breaking News Update Covid-19, Jumat 23 Desember 2022: Catat 923 Kasus Baru, 19 Orang Meninggal
Hal lain yang harus terus diperhatikan adalah apakah Covid-19 yang saat ini menyebar di Tiongkok bermutasi atau tidak.
Kemudian, perilaku masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan 5M.
Yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas harus terus konsisten.
Apalagi saat libur Natal dan tahun baru puluhan ribu orang bergerak.
Dicky menyebutkan natal dan tahun baru punya potensi perburukan.
Karena lebih dari 40 juta orang bergerak yang bisa membawa virus.
Ini bisa jadi masalah di tengah ancaman kondisi global.
"Setelah melewati Nataru ini, lakukan kajian pola pembatasan atau public health yang lain. Prinspinya adalah terapkan 5M," kayanya menambahkan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo membuka peluang mengakhiri kebijakan PPKM.
Menurut Jokowi, saat ini kasus harian Covid-19 sudah turun ke angka 1.200an. Cukup terkendali.
Dia masih menunggu hasil kajian dari Kementerian Kesehatan, sebelum memutuskan menghentikan PPKM.
Juru Bicara Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan rencana pemerintah mengakhiri PPKM merupakan bentuk penyesuaian kebijakan.
Dia menegaskan, penanganan pasien akan terus bejalan selama kasus Covid-19 masih ada.
"Penyesuaian kebijakan dengan tetap meningkatkan protokol kesehatan, vaksinasi, surveilans, dan komunikasi publik untuk menjaga kekebalan kelompok agar selalu tinggi. Itu hal utama yang dilakukan seluruh lembaga dan masyarakat," kata Wiku.