Pemerintah China Mulai Distribusikan Obat Antivirus Pfizer untuk Menekan Kasus Covid-19
Paxlovid akan menjadi satu-satunya obat produksi luar negeri yang telah disetujui oleh regulator China untuk penggunaan nasional
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Pemerintah China akan mulai mendistribusikan obat Covid-19 Paxlovid yang dikembangkan dan diproduksi oleh Pfizer ke pusat kesehatan masyarakat kota itu dalam beberapa hari mendatang.
Laporan itu muncul saat ibu kota China bergulat dengan gelombang Covid-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang membuat tenaga medis kewalahan dan pasokan obat di apotek menipis.
Media berita China News Service, yang dikelola pemerintah negara itu, melaporkan pada hari ini, Senin (26/12/2022) bahwa setelah menerima pelatihan, dokter akan memberikan obat tersebut kepada pasien Covid-19 dan memberikan instruksi mengenai cara menggunakan obat itu.
Baca juga: Hidup Berdampingan dengan Covid-19, Penduduk Shanghai dan Beijing Mulai Kembali ke Kantor
“Kami telah menerima pemberitahuan dari pejabat, tetapi tidak jelas kapan obat itu akan tiba,” kata seorang pekerja di pusat kesehatan masyarakat di distrik Xicheng, Beijing, yang dikutip dari CNN.
Paxlovid akan menjadi satu-satunya obat produksi luar negeri yang telah disetujui oleh regulator China untuk penggunaan nasional, namun akses mendapatkan obat ini sangat sulit.
Ketika platform layanan kesehatan China menawarkan obat tersebut pada awal bulan ini, obat itu terjual habis dalam beberapa jam.
Sedangkan Azvudine, obat oral yang dikembangkan oleh China's Genuine Biotech, juga telah disetujui regulator China untuk mengobati Covid-19.
Setelah hampir tiga tahun menjalani lockdown, karantina, dan pengujian massal, China tiba-tiba melonggarkan kebijakan nol-Covid pada bulan ini, menyusul protes yang meluas atas kebijakan tersebut yang membuat ekonomi China tertatih-tatih.
Pencabutan kebijakan nol-Covid yang tiba-tiba memicu panic buying obat demam dan flu, yang menyebabkan kelangkaan yang meluas, baik di apotek maupun di platform belanja online.
Baca juga: Covid-19 Melonjak Tajam di China, 37 Juta Orang Diduga Terinfeksi dalam Seminggu
Antrean panjang telah menjadi rutinitas di luar klinik demam dan bangsal rumah sakit yang dipenuhi pasien di Beijing dan tempat lain di negara itu.
Sebagai ibu kota, Beijing memiliki beberapa sumber daya medis terbaik di China. Namun, pelonggaran kebijakan nol-Covid yang tiba-tiba telah membuat orang dan fasilitas kesehatan tidak siap menghadapi lonjakan infeksi.
Penghitungan kasus Covid-19 resmi di China menjadi tidak berarti, setelah membatalkan pengujian atau tes Covid-19 massal dan mengizinkan penduduk untuk menggunakan tes antigen serta melakukan karantina di rumah.
China telah berhenti merilis laporan kasus Covid-19 tanpa gejala, dan mengakui tidak mungkin lagi melacak jumlah infeksi yang sebenarnya.
Menurut perkiraan internal dari Komisi Kesehatan Nasional China, hampir 250 juta orang di China telah tertular Covid-19 dalam 20 hari pertama pada bulan ini, atau sekitar 18 persen dari populasi negara tersebut.
Baca juga: Efek Pelonggaran Nol-Covid, Pemesanan Tiket Kereta Api di China Melonjak 220 Persen
Para pakar kesehatan telah memperingatkan, ketika orang-orang di kota-kota besar kembali ke kampung halaman mereka untuk merayakan Tahun Baru Imlek pada bulan depan, virus corona dapat menyebar ke daerah pedesaan China, di mana tingkat vaksinasi masih rendah dan sumber daya medis yang kurang.