Giliran Australia dan Kanada Terapkan Pembatasan, Wajib Negatif Covid-19 untuk Pelancong dari China
Australia dan Kanada pun mewajibkan hasil tes negatif untuk semua penumpang dari China daratan, Hong Kong dan Macau.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, OTTAWA - Belasan negara dan wilayah saat ini telah memberlakukan pembatasan untuk pelancong asal China di tengah lonjakan kasus virus corona (Covid-19).
Australia dan Kanada pun mewajibkan hasil tes negatif untuk semua penumpang dari China daratan, Hong Kong dan Macau.
Pembatasan terbaru diumumkan pada hari Minggu kemarin saat kasus Covid-19 membanjiri rumah sakit dan rumah duka di seluruh China.
Dikutip dari laman Al Jazeera, Senin (2/1/2023), Pakar Kesehatan global mengatakan virus yang menyebabkan Covid-19 kemungkinan menginfeksi jutaan orang dalam sehari setelah China mencabut kebijakan 'nol-Covid' dari sistem penguncian (lockdown) ketat dan pengujian massalnya pada Desember 2022.
Baca juga: Bahas Situasi Covid-19, WHO Minta China Jujur Soal Data
Komisi Kesehatan Nasional negara itu juga telah menghentikan publikasi angka harian terkait jumlah kasus infeksi dan kematian.
Menteri Kesehatan Australia Mark Butler pada hari Minggu kemarin menyebut 'kurangnya informasi komprehensif' China tentang kasus Covid-19 sebagai alasan di balik persyaratan perjalanan, yang akan mulai diberlakukan pada 5 Januari mendatang.
"Langkah itu akan melindungi Australia dari risiko munculnya varian baru yang potensial," kata Butler.
Pemerintah Kanada juga mengutip 'data urutan genomik epidemiologis dan virus terbatas yang tersedia' pada kasus Covid-19 baru-baru ini di China untuk permintaan tes negatifnya.
"Langkah-langkah kesehatan yang direncanakan ini akan berlaku untuk pelancong udara, terlepas dari kewarganegaraan dan status vaksinasinya," kata pemerintah Kanada dalam rilisnya.
Baca juga: Presiden Xi Jinping: Pengendalian Covid-19 di China Memasuki Tahap Baru
Dalam beberapa hari terakhir, Amerika Serikat (AS), Inggris Raya, Prancis, Italia, Spanyol, India, Jepang, Korea Selatan (Korsel) dan Taiwan juga telah memberlakukan bukti hasil negatif pada saat kedatangan bagi pelancong dari China.
Malaysia mengatakan akan menyaring semua pelancong yang masuk, termasuk dari China untuk gejala demam.
Sementara Filipina mengatakan akan meningkatkan pengawasan terhadap semua gejala pernafasan pada penumpang yang datang dari China.
Maroko bahkan melangkah lebih jauh, dengan mengumumkan pada Sabtu lalu terkait larangan semua kedatangan dari China dengan alasan perlunya menghindari 'gelombang kontaminasi baru' dan 'semua konsekuensinya'.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyebut tindakan pencegahan ini 'dapat dimengerti', mengingat kurangnya informasi yang transparan dari pemerintah China.
Oleh karena itu, WHO pun mendesak China untuk berbagi lebih banyak data tentang pengurutan genetik, serta angka rawat inap, kematian dan vaksinasi.
Di sisi lain, Dewan Bandara Internasional cabang Eropa yang mewakili lebih dari 500 bandara di 55 negara Eropa mengatakan bahwa pembatasan itu tidak dibenarkan atau berbasis risiko.
Negara-negara Eropa akan bertemu minggu depan untuk membahas tanggapan bersama terhadap masalah ini, dengan pemegang kepresidenan Uni Eropa (UE) mendatang, yakni Swedia mengaku sedang 'mencari kebijakan bersama untuk seluruh UE dalam hal pengenalan kemungkinan pembatasan masuk'.
Menanggapi wabah tersebut, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan pada hari Minggu kemarin bahwa ia 'bersedia memberikan bantuan yang diperlukan berdasarkan masalah kemanusiaan'.
Namun dirinya tidak merinci jenis bantuan apa yang dapat diberikan terhadap China.
Dalam pidato Tahun Baru yang disiarkan televisi nasional China, Presiden China Xi Jinping memberikan catatan optimis.
Baca juga: Presiden Xi Jinping: Pengendalian Covid-19 di China Memasuki Tahap Baru
"Pencegahan dan pengendalian epidemi sedang memasuki fase baru. Semua orang bekerja secara tegas dan cahaya harapan ada di depan kita," kata Xi dalam pidato yang disiarkan di media pemerintah pada Sabtu lalu.
Ini adalah kali kedua Xi mengomentari mengenai wabah pada pekan lalu.
Pada Senin, dirinya menyerukan langkah-langkah untuk 'melindungi kehidupan warganya secara efektif'.
Perusahaan data kesehatan yang berbasis di Inggris Airfinity mengatakan pada Kamis lalu bahwa hasil pemodelannya menunjukkan bahwa terjadi sekitar 1,8 juta kasus infeksi Covid-19 dan 11.000 kematian setiap hari di China.
Modelnya ini didasarkan pada data dari provinsi-provinsi China sebelum penangguhan publikasi angka resmi serta tingkat pertumbuhan kasus dari negara dan wilayah nol-Covid lainnya saat mereka mencabut pembatasan, seperti Jepang dan Hong Kong.
Airfinity memperkirakan infeksi Covid-19 akan memuncak dua kali di China dalam beberapa bulan mendatang, yang pertama yakni pada 13 Januari 2022 dengan 3,7 juta kasus sehari.
Perusahaan itu memprediksi kasus kematian di China akan mencapai puncaknya pada 23 Januari mendarang, yakni mencapai sekitar 25.000 dalam sehari.
"Puncak kedua akan terjadi pada 3 Maret, dengan kasus harian kemungkinan mencapai 4,2 juta sehari," kata Airfinity.
Gelombang selanjutnya ini diperkirakan akan berdampak lebih besar di daerah pedesaan.