China Tangguhkan Akun Medsos yang Kritik Kebijakan COVID-19
China menangguhkan lebih dari 1.000 akun media sosial yang mengkritik kebijakan pemerintah negara itu terkait wabah COVID-19.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - China menangguhkan lebih dari 1.000 akun media sosial yang mengkritik kebijakan pemerintah negara itu terkait wabah COVID-19.
Dikutip dari CNBC, platform media sosial yang populer di China, Sina Weibo, melaporkan telah menangani 12.854 pelanggaran termasuk akun-akun milik para ahli, sarjana dan pekerja medis dan mengeluarkan larangan sementara atau permanen pada 1.120 akun.
Partai Komunis yang berkuasa di China mengandalkan komunitas medis untuk membenarkan penguncian wilayah atau lockdown yang ketat, karantina dan pengujian COVID-19 massal, yang hampir semuanya tiba-tiba dilonggarkan pada bulan lalu, yang menyebabkan lonjakan kasus COVID-19.
Baca juga: Pakar Sebut Pembatasan Covid-19 bagi Pengunjung Luar Negeri Tidak Mungkin Dilakukan, Ini Alasannya
Melonjaknya kasus COVID-19 di China telah menguras sumber daya medis negara itu. Sementara itu, Partai Komunis tidak mengizinkan kritik langsung dan memberlakukan batasan ketat pada kebebasan berbicara.
"Perusahaan akan terus meningkatkan penyelidikan dan pembersihan semua jenis konten ilegal, dan menciptakan lingkungan komunitas yang harmonis dan bersahabat bagi sebagian besar pengguna,” kata Sina Weibo dalam sebuah pernyataan pada Kamis (5/1/2023).
Kritik yang diberikan sebagian besar berfokus pada pembatasan perjalanan yang membuat orang-orang di China terkurung di rumah mereka selama berminggu-minggu, yang terkadang tanpa makanan atau perawatan medis yang memadai.
Kemarahan juga dilampiaskan atas persyaratan bahwa siapa pun yang berpotensi positif COVID-19 atau telah melakukan kontak dengan orang yang dinyatakan positif, harus dikarantina di rumah sakit darurat, yang sering dilaporkan memiliki kondisi tidak memadai seperti padatnya pasien yang dirawat, serta makanan dan kebersihan yang buruk.
Kebijakan nol-COVID, yang telah menimbulkan dampak dari segi ekonomi dan sosial, akhirnya memicu aksi protes jalanan yang jarang terjadi di Beijing dan kota-kota lain, sehingga kemungkinan mempengaruhi keputusan Partai Komunis untuk segera melonggarkan langkah-langkahnya yang ketat dalam mengendalikan virus corona.
China sekarang menghadapi lonjakan kasus dan rawat inap di kota-kota besar dan bersiap untuk penyebaran COVID-19 lebih lanjut ke daerah-daerah yang kecil dengan dimulainya perjalanan terburu-buru Tahun Baru Imlek, yang akan berlangsung dalam beberapa hari mendatang di bulan ini.
Baca juga: Pakar Ingatkan Kemungkinan Kenaikan Kasus Covid-19 Hingga Potensi Hiperendemi
Sementara penerbangan internasional masih dikurangi, pihak berwenang China mengatakan mereka memperkirakan perjalanan kereta api dan udara domestik akan berlipat ganda dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Kementerian Perhubungan China pada Jumat (6/1/2023) mengimbau para pemudik untuk mengurangi perjalanan dan pertemuan, terutama jika melibatkan orang lanjut usia, ibu hamil, anak kecil, dan mereka yang memiliki penyakit bawaan.
Orang-orang yang menggunakan transportasi umum juga diimbau untuk memakai masker serta meningkatkan perhatian khusus pada kesehatan dan kebersihan pribadi mereka, kata Wakil Menteri Transportasi China Xu Chengguang kepada wartawan dalam sebuah pengarahan.
Meskipun demikian, China terus maju dengan rencana untuk mengakhiri karantina wajib bagi orang-orang yang datang dari luar negeri mulai hari ini, Minggu (8/1/2023).
Beijing juga berencana mencabut persyaratan bagi siswa untuk menunjukkan hasil tes Covid-19 negatif, ketika pembelajaran dilanjutkan pada 13 Februari 2023 setelah liburan. Sementara itu, sekolah akan diizinkan untuk memindahkan kelas secara online jika terjadi wabah baru, namun sekolah harus kembali ke pengajaran tatap muka sesegera mungkin, kata biro pendidikan kota Beijing dalam sebuah pernyataan pada Jumat.
Baca juga: Masuk 5 Besar Vaksinasi Terbesar di Dunia: 204 Juta Orang Indonesia Sudah Divaksin Covid-19